Menikmati kuliner di Kota Mojokerto, Chill Express FastfoodResto yang terletak di area Swalayan Bentar Jl. Mojopahit ini bisa menjadi alternatif untuk kita yang mungkin tidak sempat memasak dirumah. Dengan lebih dari 60 p-aket menu Chilli Express seakan mencoba memanjakan pelanggan dengan layanan cepat saji.
Cukup dengan harga Rp 12.000, sudah termasuk pajak kita sudah dapat nasi, lauk, sayuran termasuk minuman es teh atau leman tea. Hanya saja untuk sayur memang standart banget. Semua mene apakah itu sapi lada hitam, Udang saos inggris, Cumi goring pedas dll, pasti didampingi dengan tumis taoge dan wortel. Mungkin maksudnya untuk gisi seimbang…..
Buat kita yang nggak ingin makan berat juga disediakan beberapa menu makanan ringan seperti Union Ring (Bawang bombai dibalut tepung disajikan bersama saos), Nuget, Bakso ala jepang, Kentang goring dll. Tersedia juga minuman jus buah dan Sajian Kopi sambil menikmati WiFi internet dengan password lomie.
Jadi tunggu apalagi.......
Minggu, 13 Februari 2011
Minggu, 06 Februari 2011
RIHLAH KELUARGA, ASYIK DAN PERLU
Acara rihlah (tamasya) keluarga, sekali dalam beberapa pekan atau bulan, itu perlu. Banyak manfaat yang dapat diambil dari acara itu, yang intinya bertujuan untuk menjaga kehamornisan hubungan antar anggota keluarga. Untuk pasangan suami-istri (pasutri) baru yang belum dikarunia anak, boleh jadi agenda ini belum dirasa betul kebutuhannya. Tapi untuk para pasutri lama dengan beberapa orang anak, rihlah keluarga menjadi kebutuhan yang tak boleh diabaikan.
Rihlah, selain merupakan hak keluarga yang harus ditunaikan kaum bapak, dia juga merupakan media komunikasi ampuh untuk merajut harmonisasi hubungan antar anggota keluarga. Nabi SAW bersabda, "Yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Aku adalah yang paling baik terhadap keluarga di antara kalian."
Dalam pesan Nabi SAW yang lain, beliau mengingatkan kita untuk tidak selalu mengerutkan dahi (selalu tegang setiap saat--pen). "Bahagiakanlah hatimu, karena sesungguhnya dia bukan terbuat dari besi maupun batu," sabdanya.
Beberapa manfaat rihlah, antara lain :
1.
Menghilangkan rasa jenuh pasutri yang setiap hari pasti selalu bergelut dengan rutinitas tugas dan pekerjaan, baik di rumah maupun di kantor.
2.
Menjalin komunikasi dan saling berbagi suka-duka antara suami-istri, sehingga bisa memperbaharui cinta pasutri. Selain itu sebagai media anak-anak untuk menyampaikan segala penilaian mereka terhadap orangtua, dan sebaliknya.
3.
Membahagiakan anak-anak, sekaligus memperkenalkan mereka dengan alam ciptaan Allah SWT yang indah.
4.
Media kencan suami-istri yang bisa berlangsung seromantis mungkin.
5.
Media pendidikan anak-anak melalui perjalanan yang menyenangkan.
REKREASI KE PANTAI
Ulama kharismatik internasional, Syaikh Dr. Yusuf al-Qardhawi menyerukan umat Muslim secara umum, dan para lelaki berjenggot serta perempuan bercadar untuk pergi berekreasi ke pantai. Hemat al-Qardhawi, rekreasi di pantai, menikmati hidup dan indahnya pemabdangan adalah hak yang disyariatkan kepada setiap manusia, tidak terkecuali orang-orang yang "taat beragama".
Ketua persatuan ulama Muslim internasional itu juga menambahkan, tidak ada larangan syara' secara mutlak untuk melakukan aktivitas rekreasi dan menikmati udara pantai yang segar. Hal tersebut justru dianjurkan oleh syara'. Selama ini, di Timur Tengah, kalangan "mutadayyinin" (orang yang tampak taat beragama) terbilang nihil pergi ke pantai-pantai, apalagi di musim panas, ketika pantai-pantai menjadi tempat liburan favorit karena disamping pemandangannya yang elok, juga angin dan udaranya yang segar.
Terkait hal itulah, al-Qardhawi menegaskan jika rekreasi ke pantai sangat dianjurkan. Al-Qardhawi membahasakannya dengan menyatakan, "apakah udara laut yang segar diharamkan untuk orang-orang mutadayyin? Tidak, bahkan hal tersebut menjadi hak bagi mereka untuk dapat menikmatinya".
Namun demikian, al-Qardhawi juga memberikan catatan, jika ketika sudah di pantai, orang-orang mutadayyin itu bukan sekedar untuk berenang dan mejeng saja, tetapi juga diharapkan mampu memainkan peran dakwah Islam.
"Misalnya, mendirikan shalat berjama'ah di tepian pantai. Itu sangat bagus sekali," terang al-Qardhawi.
AGAR PERNIKAHAN MEMBAWA BERKAH
Di saat seseorang melaksanakan aqad pernikahan, maka ia akan men-dapatkan banyak ucapan do’a dari para undangan dengan do’a keberkahan sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW; “Semoga Allah memberkahimu, dan menetapkan keberkahan atasmu, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.” Do’a ini sarat dengan makna yang mendalam, bahwa pernikahan seharusnya akan mendatangkan banyak keberkahan bagi pelakunya. Namun kenyataannya, kita mendapati banyak fenomena yang menunjukkan tidak adanya keberkahan hidup berumah tangga setelah pernikahan, baik di kalangan masyarakat umum maupun di kalangan keluarga du’at (kader dakwah). Wujud ketidakberkahan dalam pernikahan itu bisa dilihat dari berbagai segi, baik yang bersifat materil ataupun non materil.
Munculnya berbagai konflik dalam keluarga tidak jarang berawal dari permasalahan ekonomi. Boleh jadi ekonomi keluarga yang selalu dirasakan kurang kemudian menyebabkan menurunnya semangat beramal/beribadah. Sebaliknya mungkin juga secara materi sesungguhnya sangat mencukupi, akan tetapi melimpahnya harta dan kemewahan tidak membawa kebahagiaan dalam pernikahannya.
Seringkali kita juga menemui kenyataan bahwa seseorang tidak pernah berkembang kapasitasnya walau pun sudah menikah. Padahal seharusnya orang yang sudah menikah kepribadiannya makin sempurna; dari sisi wawasan dan pemahaman makin luas dan mendalam, dari segi fisik makin sehat dan kuat, secara emosi makin matang dan dewasa, trampil dalam berusaha, bersungguh-sungguh dalam bekerja, dan teratur dalam aktifitas kehidupannya sehingga dirasakan manfaat keberadaannya bagi keluarga dan masyarakat di sekitarnya.
Realitas lain juga menunjukkan adanya ketidakharmonisan dalam kehidupan keluarga, sering muncul konflik suami isteri yang berujung dengan perceraian. Juga muncul anak-anak yang terlantar (broken home) tanpa arahan sehingga terperangkap dalam pergaulan bebas dan narkoba. Semua itu menunjukkan tidak adanya keberkahan dalam kehidupan berumah tangga.
Memperhatikan fenomena kegagalan dalam menempuh kehidupan rumah tangga sebagaimana tersebut di atas, sepatutnya kita melakukan introspeksi (muhasabah) terhadap diri kita, apakah kita masih konsisten (istiqomah) dalam memegang teguh rambu-rambu berikut agar tetap mendapatkan keberkahan dalam meniti hidup berumah tangga ?
1. Meluruskan niat/motivasi (Ishlahun Niyat)
Motivasi menikah bukanlah semata untuk memuaskan kebutuhan biologis/fisik. Menikah merupakan salah satu tanda kebesaran Allah SWT sebagaimana diungkap dalam Alqur’an (QS. Ar Rum:21), sehingga bernilai sakral dan signifikan. Menikah juga merupakan perintah-Nya (QS. An-Nur:32) yang berarti suatu aktifitas yang bernilai ibadah dan merupakan Sunnah Rasul dalam kehidupan sebagaimana ditegaskan dalam salah satu hadits : ”Barangsiapa yang dimudahkan baginya untuk menikah, lalu ia tidak menikah maka tidaklah ia termasuk golonganku” (HR.At-Thabrani dan Al-Baihaqi). Oleh karena nikah merupakan sunnah Rasul, maka selayaknya proses menuju pernikahan, tata cara (prosesi) pernikahan dan bahkan kehidupan pasca pernikahan harus mencontoh Rasul. Misalnya saat hendak menentukan pasangan hidup hendaknya lebih mengutamakan kriteria ad Dien (agama/akhlaq) sebelum hal-hal lainnya (kecantikan/ketampanan, keturunan, dan harta); dalam prosesi pernikahan (walimatul ‘urusy) hendaknya juga dihindari hal-hal yang berlebihan (mubadzir), tradisi yang menyimpang (khurafat) dan kondisi bercampur baur (ikhtilath). Kemudian dalam kehidupan berumah tangga pasca pernikahan hendaknya berupaya membiasakan diri dengan adab dan akhlaq seperti yang dicontohkan Rasulullah saw.
Menikah merupakan upaya menjaga kehormatan dan kesucian diri, artinya seorang yang telah menikah semestinya lebih terjaga dari perangkap zina dan mampu mengendalikan syahwatnya. Allah SWT akan memberikan pertolong-an kepada mereka yang mengambil langkah ini; “ Tiga golongan yang wajib Aku (Allah) menolongnya, salah satunya adalah orang yang menikah karena ingin menjaga kesucian dirinya.” (HR. Tarmidzi)
Menikah juga merupakan tangga kedua setelah pembentukan pribadi muslim (syahsiyah islamiyah) dalam tahapan amal dakwah, artinya menjadikan keluarga sebagai ladang beramal dalam rangka membentuk keluarga muslim teladan (usrah islami) yang diwarnai akhlak Islam dalam segala aktifitas dan interaksi seluruh anggota keluarga, sehingga mampu menjadi rahmatan lil ‘alamin bagi masyarakat sekitarnya. Dengan adanya keluarga-keluarga muslim pembawa rahmat diharapkan dapat terwujud komunitas dan lingkungan masyarakat yang sejahtera.
2. Sikap saling terbuka (Mushorohah)
Secara fisik suami isteri telah dihalalkan oleh Allah SWT untuk saling terbuka saat jima’ (bersenggama), padahal sebelum menikah hal itu adalah sesuatu yang diharamkan. Maka hakikatnya keterbukaan itu pun harus diwujudkan dalam interaksi kejiwaan (syu’ur), pemikiran (fikrah), dan sikap (mauqif) serta tingkah laku (suluk), sehingga masing-masing dapat secara utuh mengenal hakikat kepribadian suami/isteri-nya dan dapat memupuk sikap saling percaya (tsiqoh) di antara keduanya.
Hal itu dapat dicapai bila suami/isteri saling terbuka dalam segala hal menyangkut perasaan dan keinginan, ide dan pendapat, serta sifat dan kepribadian. Jangan sampai terjadi seorang suami/isteri memendam perasaan tidak enak kepada pasangannya karena prasangka buruk, atau karena kelemahan/kesalahan yang ada pada suami/isteri. Jika hal yang demikian terjadi hal yang demikian, hendaknya suami/isteri segera introspeksi (bermuhasabah) dan mengklarifikasi penyebab masalah atas dasar cinta dan kasih sayang, selanjutnya mencari solusi bersama untuk penyelesaiannya. Namun apabila perasaan tidak enak itu dibiarkan maka dapat menyebabkan interaksi suami/isteri menjadi tidak sehat dan potensial menjadi sumber konflik berkepanjangan.
3. Sikap toleran (Tasamuh)
Dua insan yang berbeda latar belakang sosial, budaya, pendidikan, dan pengalaman hidup bersatu dalam pernikahan, tentunya akan menimbulkan terjadinya perbedaan-perbedaan dalam cara berfikir, memandang suatu permasalahan, cara bersikap/bertindak, juga selera (makanan, pakaian, dsb). Potensi perbedaan tersebut apabila tidak disikapi dengan sikap toleran (tasamuh) dapat menjadi sumber konflik/perdebatan. Oleh karena itu masing-masing suami/isteri harus mengenali dan menyadari kelemahan dan kelebihan pasangannya, kemudian berusaha untuk memperbaiki kelemahan yang ada dan memupuk kelebihannya. Layaknya sebagai pakaian (seperti yang Allah sebutkan dalam QS. Albaqarah:187), maka suami/isteri harus mampu mem-percantik penampilan, artinya berusaha memupuk kebaikan yang ada (capacity building); dan menutup aurat artinya berupaya meminimalisir kelemahan/kekurangan yang ada.
Prinsip “hunna libasullakum wa antum libasullahun (QS. 2:187) antara suami dan isteri harus selalu dipegang, karena pada hakikatnya suami/isteri telah menjadi satu kesatuan yang tidak boleh dipandang secara terpisah. Kebaikan apapun yang ada pada suami merupakan kebaikan bagi isteri, begitu sebaliknya; dan kekurangan/ kelemahan apapun yang ada pada suami merupakan kekurangan/kelemahan bagi isteri, begitu sebaliknya; sehingga muncul rasa tanggung jawab bersama untuk memupuk kebaikan yang ada dan memperbaiki kelemahan yang ada.
Sikap toleran juga menuntut adanya sikap mema’afkan, yang meliputi 3 (tiga) tingkatan, yaitu: (1) Al ‘Afwu yaitu mema’afkan orang jika memang diminta, (2) As-Shofhu yaitu mema’afkan orang lain walaupun tidak diminta, dan (3) Al-Maghfirah yaitu memintakan ampun pada Allah untuk orang lain. Dalam kehidupan rumah tangga, seringkali sikap ini belum menjadi kebiasaan yang melekat, sehingga kesalahan-kesalahan kecil dari pasangan suami/isteri kadangkala menjadi awal konflik yang berlarut-larut. Tentu saja “mema’afkan” bukan berarti “membiarkan” kesalahan terus terjadi, tetapi mema’afkan berarti berusaha untuk memberikan perbaikan dan peningkatan.
4. Komunikasi (Musyawarah)
Tersumbatnya saluran komunikasi suami-isteri atau orang tua-anak dalam kehidupan rumah tangga akan menjadi awal kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis. Komunikasi sangat penting, disamping akan meningkatkan jalinan cinta kasih juga menghindari terjadinya kesalahfahaman.
Kesibukan masing-masing jangan sampai membuat komunikasi suami-isteri atau orang tua-anak menjadi terputus. Banyak saat/kesempatan yang bisa dimanfaatkan, sehingga waktu pertemuan yang sedikit bisa memberikan kesan yang baik dan mendalam yaitu dengan cara memberikan perhatian (empati), kesediaan untuk mendengar, dan memberikan respon berupa jawaban atau alternatif solusi. Misalnya saat bersama setelah menunaikan shalat berjama’ah, saat bersama belajar, saat bersama makan malam, saat bersama liburan (rihlah), dan saat-saat lain dalam interaksi keseharian, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan memanfaatkan sarana telekomunikasi berupa surat, telephone, email, dsb.
Alqur’an dengan indah menggambarkan bagaimana proses komunikasi itu berlangsung dalam keluarga Ibrahim As sebagaimana dikisahkan dalam QS.As-Shaaffaat:102, yaitu : “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata; Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu, Ia menjawab; Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Ibrah yang dapat diambil dalam kisah tersebut adalah adanya komunikasi yang timbal balik antara orang tua-anak, Ibrahim mengutarakan dengan bahasa dialog yaitu meminta pendapat pada Ismail bukan menetapkan keputusan, adanya keyakinan kuat atas kekuasaan Allah, adanya sikap tunduk/patuh atas perintah Allah, dan adanya sikap pasrah dan tawakkal kepada Allah; sehingga perintah yang berat dan tidak logis tersebut dapat terlaksana dengan kehendak Allah yang menggantikan Ismail dengan seekor kibas yang sehat dan besar.
5. Sabar dan Syukur
Allah SWT mengingatkan kita dalam Alqur’an surat At Taghabun ayat 14: ”Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka. Dan jika kamu mema’afkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Peringatan Allah tersebut nyata dalam kehidupan rumah tangga dimana sikap dan tindak tanduk suami/istri dan anak-anak kadangkala menunjukkan sikap seperti seorang musuh, misalnya dalam bentuk menghalangi-halangi langkah dakwah walaupun tidak secara langsung, tuntutan uang belanja yang nilainya di luar kemampuan, menuntut perhatian dan waktu yang lebih, prasangka buruk terhadap suami/isteri, tidak merasa puas dengan pelayanan/nafkah yang diberikan isteri/suami, anak-anak yang aktif dan senang membuat keributan, permintaan anak yang berlebihan, pendidikan dan pergaulan anak, dan sebagainya. Jika hal-hal tersebut tidak dihadapi dengan kesabaran dan keteguhan hati, bukan tidak mungkin akan membawa pada jurang kehancuran rumah tangga.
Dengan kesadaran awal bahwa isteri dan anak-anak dapat berpeluang menjadi musuh, maka sepatutnya kita berbekal diri dengan kesabaran. Merupakan bagian dari kesabaran adalah keridhaan kita menerima kelemahan/kekurangan pasangan suami/isteri yang memang diluar kesang-gupannya. Penerimaan terhadap suami/isteri harus penuh sebagai satu “paket”, dia dengan segala hal yang melekat pada dirinya, adalah dia yang harus kita terima secara utuh, begitupun penerimaan kita kepada anak-anak dengan segala potensi dan kecenderungannya. Ibaratnya kesabaran dalam kehidupan rumah tangga merupakan hal yang fundamental (asasi) untuk mencapai keberkahan, sebagaimana ungkapan bijak berikut:“Pernikahan adalah Fakultas Kesabaran dari Universitas Kehidupan”. Mereka yang lulus dari Fakultas Kesabaran akan meraih banyak keberkahan.
Syukur juga merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan berumah tangga. Rasulullah mensinyalir bahwa banyak di antara penghuni neraka adalah kaum wanita, disebabkan mereka tidak bersyukur kepada suaminya.
Mensyukuri rezeki yang diberikan Allah lewat jerih payah suami seberapapun besarnya dan bersyukur atas keadaan suami tanpa perlu membanding-bandingkan dengan suami orang lain, adalah modal mahal dalam meraih keberkahan; begitupun syukur terhadap keberadaan anak-anak dengan segala potensi dan kecenderungannya, adalah modal masa depan yang harus dipersiapkan.
Dalam keluarga harus dihidupkan semangat “memberi” kebaikan, bukan semangat “menuntut” kebaikan, sehingga akan terjadi surplus kebaikan. Inilah wujud tambahnya kenikmatan dari Allah, sebagaimana firmannya: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih (QS. Ibrahim:7).
Mensyukuri kehadiran keturunan sebagai karunia Allah, harus diwujudkan dalam bentuk mendidik mereka dengan pendidikan Rabbani sehingga menjadi keturunan yang menyejukkan hati. Keturunan yang mampu mengemban misi risalah dien ini untuk masa mendatang, maka jangan pernah bosan untuk selalu memanjatkan do’a:
Ya Rabb kami karuniakanlah kami isteri dan keturunan yang sedap dipandang mata, dan jadikanlah kami pemimpin orang yang bertaqwa.
Ya Rabb kami karuniakanlah kami anak-anak yang sholeh.
Ya Rabb kami karuniakanlah kami dari sisi Engkau keturunan yang baik.
Ya Rabb kami karuniakanlah kami dari sisi Engkau keturunan yang Engkau Ridha-i.
Ya Rabb kami jadikanlah kami dan keturunan kami orang yang mendirikan shalat.
Do’a diatas adalah ungkapan harapan para Nabi dan Rasul tentang sifat-sifat (muwashshofat) ketuturunan (dzurriyaat) yang diinginkan, sebagaimana diabadikan Allah dalam Alqur’an (QS. Al-Furqon:74; QS. Ash-Shaafaat:100 ; QS.Al-Imran:38; QS. Maryam: 5-6; dan QS. Ibrahim:40). Pada intinya keturun-an yang diharapkan adalah keturunan yang sedap dipandang mata (Qurrota a’yun), yaitu keturunan yang memiliki sifat penciptaan jasad yang sempurna (thoyyiba), ruhaniyah yang baik (sholih), diridhai Allah karena misi risalah dien yang diperjuangkannya (wali radhi), dan senantiasa dekat dan bersama Allah (muqiimash-sholat).
Demikianlah hendaknya harapan kita terhadap anak, agar mereka memiliki muwashofaat tersebut, disamping upaya (ikhtiar) kita memilihkan guru/sekolah yang baik, lingkungan yang sehat, makanan yang halal dan baik (thoyyib), fasilitas yang memadai, keteladanan dalam keseharian, dsb; hendaknya kita selalu memanjatkan do’a tersebut.
6. Sikap yang santun dan bijak (Mu’asyarah bil Ma’ruf)
Merawat cinta kasih dalam keluarga ibaratnya seperti merawat tanaman, maka pernikahan dan cinta kasih harus juga dirawat agar tumbuh subur dan indah, diantaranya dengan mu’asyarah bil ma’ruf. Rasulullah saw menyatakan bahwa : “Sebaik-baik orang diantara kamu adalah orang yang paling baik terhadap isterinya, dan aku (Rasulullah) adalah orang yang paling baik terhadap isteriku.” (HR.Thabrani & Tirmidzi)
Sikap yang santun dan bijak dari seluruh anggota keluarga dalam interaksi kehidupan berumah tangga akan menciptakan suasana yang nyaman dan indah. Suasana yang demikian sangat penting untuk perkembangan kejiwaan (maknawiyah) anak-anak dan pengkondisian suasana untuk betah tinggal di rumah.
Ungkapan yang menyatakan “Baiti Jannati” (Rumahku Syurgaku) bukan semata dapat diwujudkan dengan lengkapnya fasilitas dan luasnya rumah tinggal, akan tetapi lebih disebabkan oleh suasana interaktif antara suami-isteri dan orang tua-anak yang penuh santun dan bijaksana, sehingga tercipta kondisi yang penuh keakraban, kedamain, dan cinta kasih.
Sikap yang santun dan bijak merupakan cermin dari kondisi ruhiyah yang mapan. Ketika kondisi ruhiyah seseorang labil maka kecenderungannya ia akan bersikap emosional dan marah-marah, sebab syetan akan sangat mudah mempengaruhinya. Oleh karena itu Rasulullah saw mengingatkan secara berulang-ulang agar jangan marah (Laa tagdlob). Bila muncul amarah karena sebab-sebab pribadi, segeralah menahan diri dengan beristigfar dan mohon perlindungan Allah (ta’awudz billah), bila masih merasa marah hendaknya berwudlu dan mendirikan shalat. Namun bila muncul marah karena sebab orang lain, berusahalah tetap menahan diri dan berilah ma’af, karena Allah menyukai orang yang suka mema’afkan. Ingatlah, bila karena sesuatu hal kita telanjur marah kepada anak/isteri/suami, segeralah minta ma’af dan berbuat baiklah sehingga kesan (atsar) buruk dari marah bisa hilang. Sesungguhnya dampak dari kemarahan sangat tidak baik bagi jiwa, baik orang yang marah maupun bagi orang yang dimarahi.
7. Kuatnya hubungan dengan Allah (Quwwatu shilah billah)
Hubungan yang kuat dengan Allah dapat menghasilkan keteguhan hati (kemapanan ruhiyah), sebagaimana Allah tegaskan dalam QS. Ar-Ra’du:28. “Ketahuilah dengan mengingat Allah, hati akan menjadi tenang”. Keberhasilan dalam meniti kehidupan rumah tangga sangat dipengaruhi oleh keteguhan hati/ketenangan jiwa, yang bergantung hanya kepada Allah saja (ta’alluq billah). Tanpa adanya kedekatan hubungan dengan Allah, mustahil seseorang dapat mewujudkan tuntutan-tuntutan besar dalam kehidupan rumah tangga. Rasulullah saw sendiri selalu memanjatkan do’a agar mendapatkan keteguhan hati : “Yaa muqollibal quluub tsabbit qolbiy ‘alaa diinika wa’ala thoo’atika” (wahai yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku untuk tetap konsisten dalam dien-Mu dan dalam menta’ati-Mu).
Keteguhan hati dapat diwujudkan dengan pendekatan diri kepada Allah (taqarrub ila Allah), sehingga ia merasakan kebersamaan Allah dalam segala aktifitasnya (ma’iyatullah) dan selalu merasa diawasi Allah dalam segenap tindakannya (muraqobatullah). Perasaan tersebut harus dilatih dan ditumbuhkan dalam lingkungan keluarga, melalui pembiasaan keluarga untuk melaksanakan ibadah nafilah secara bertahap dan dimutaba’ah bersama, seperti : tilawah, shalat tahajjud, shaum, infaq, do’a, ma’tsurat, dll. Pembiasaan dalam aktifitas tersebut dapat menjadi sarana menjalin keakraban dan persaudaraan (ukhuwah) seluruh anggota keluarga, dan yang penting dapat menjadi sarana mencapai taqwa dimana Allah swt menjamin orang-orang yang bertaqwa, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ath-Thalaaq: 2-3.
“Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan bagi-nya jalan keluar (solusi) dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupi (keperluan) nya.”
Wujud indahnya keberkahan keluarga
Keberkahan dari Allah akan muncul dalam bentuk kebahagiaan hidup berumah tangga, baik kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Kebahagiaan di dunia, boleh jadi tidak selalu identik dengan kehidupan yang mewah dengan rumah dan perabotan yang serba lux. Hati yang selalu tenang (muthma’innah), fikiran dan perasaan yang selalu nyaman adalah bentuk kebahagiaan yang tidak bisa digantikan dengan materi/kemewahan.
Kebahagiaan hati akan semakin lengkap jika memang bisa kita sempurnakan dengan 4 (empat) hal seperti dinyatakan oleh Rasulullah, yaitu : (1) Isteri yang sholihah, (2) Rumah yang luas, (3) Kendaraan yang nyaman, dan (4) Tetangga yang baik.
Kita bisa saja memanfaatkan fasilitas rumah yang luas dan kendaraan yang nyaman tanpa harus memiliki, misalnya di saat-saat rihlah, safar, silaturahmi, atau menempati rumah dan kendaraan dinas. Paling tidak keterbatasan ekonomi yang ada tidak sampai mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, karena pemilik hakiki adalah Allah swt yang telah menyediakan syurga dengan segala kenikmatan yang tak terbatas bagi hamba-hamba-Nya yang bertaqwa, dan menjadikan segala apa yang ada di dunia ini sebagai cobaan.
Kebahagiaan yang lebih penting adalah kebahagiaan hidup di akhirat, dalam wujud dijauhkannya kita dari api neraka dan dimasukkannya kita dalam syurga. Itulah hakikat sukses hidup di dunia ini, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Imran : 185
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan kedalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
Selanjutnya alangkah indahnya ketika Allah kemudian memanggil dan memerintahkan kita bersama-sama isteri/suami dan anak-anak untuk masuk kedalam syurga; sebagaimana dikhabarkan Allah dengan firman-Nya:
“Masuklah kamu ke dalam syurga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan”. (QS, Az-Zukhruf:70)
“Dan orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan (pertemukan) anak cucu mereka dengan mereka (di syurga), dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. (QS. Ath-Thuur:21).
Inilah keberkahan yang hakiki, semoga kita bisa mendapatkannya. Aamiin.
ISLAM MELINDUNGI JIWA DAN HARTA
عن ابن عمر رضي الله عنهما , أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : أمرت أن أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة فإذا فعلوا ذلك عصموا مني دماءهم وأموالهم إلا بحق الإسلام وحسابهم على الله تعالى . (رواه البخاري ومسلم )
"Dari Umar ra. Berkata, Rasulullah saw bersabda : Aku diperintahkan memerangi manusia hingga mereka bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menunaikan shalat, dan membayar zakat. Apabila mereka telah melakukan itu berarti telah melindungi darah dan harta mereka kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh Islam, sedang perhitungan mereka (apakah syahadatnya jujur atau tidak) adalah wewenang Allah swt. (H.R Bukhori dan Muslim)
Hadits ini diriwayatkan dalam banyak versi, Bukhari meriwayatkan dari Anas ra, bahwa rasulullah bersabda, "Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat seperti shalat kami, menghadap kiblat kami, makan sembelihan kami, maka diharamkan bagi kami jiwa dan harta benda mereka, kecuali dengan ketetapan hukum Islam.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Mu'adz bin jabal ra, bahwa Rsulullah bersabda, "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka mau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat. Jika mereka memenuhinya, maka mereka telah terjaga jiwa dan hartanya kecuali dengan ketetapan hukum Islam, sedangkan hisabnya berada di sisi Allah."
Kandungan Hadits :
1. Perintah mendakwahkan Islam kepada semua manusia
2. Agenda dakwah yang pertama adalah Tauhid
3. Masuk Islamnya seseorang menjadi penyebab terlindunginya jiwa dan harta bendanya.
4. Ada hukum istitsnaai pada point ke 3, misalnya pezina muhshon
5. Kita hanya boleh menghukumi seseorang secara dhohir
Dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda :
عن عبد الله ابن مسعود رضي الله عنه قال , قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا يحل دم امرئ مسلم يشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله الا بإحدى ثلاث , الثيب الزاني والنفس بالنفس والتارك لدينه المفارق للجماعة (رواه البخاري و مسلم)
"Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah kecuali disebabkan oleh salah satu diantara tiga hal, yaitu orang yang sudah menikah kemudian berzina, orang yang membunuh orang lain dan orang yang meninggalkan agamanya (murtad) serta memisahkan diri dari jama'ah."
Kandungan hadits ke 2 :
1. Hanya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat seseorang sudah terpelihara jiwa dan harta bendanya.
2. Ada 3 sebab seorang muslim darahnya menjadi halal (tidak terlindungi):
a. Pezina muhshon
b. Pembunuh
c. Murtad
Hadits pertama di atas yang mendasari perdebatan antara Abu Bakar ra dan Umar bin khotthob ra, seperti diriwayatkan dalam shahih Bukhari dari Abi Hurairah ra, ketika Rasulullah meninggal banyak orang yang enggan membayar zakat, kemudian Abu Bakar menyiapkan pasukan untuk memerangi mereka. Pada saat itu Umar berkata, mengapa engkau perangi mereka padahal Rasulullah bersabda, "Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka berkata, saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Barangsiapa yang mengatakan 'tiada Tuhan selain Allah maka jiwa dan hartanya terpelihara. Kecuali dengan ketetapan hukum Islam. Sedang kejujurannya adalah urusan Allah."
Lalu Abu Bakar menjawab,"Demi Allah akan aku perangi orang yang membedakan antara shalat dengan zakat, karena zakat merupakan hak harta. Siapa pun yang tidak mengeluarkan zakat meski hanya sedikit yang dulu mereka keluarkan kepada Rasulullah, niscaya akan aku perangi."
Sikap Abu Bakar dalam memerangi orang yang menolak mengeluarkan zakat adalah mengacu pada kaliamat إلا بحق الإسلام . sedangkan Umar ra menyangka bahwa cukup dengan dua kalimat syahadat seseorang telah terpelihara jiwa dan hartanya.
Imam Muslim meriwayatkan dari Ummu Salamah, bahwa Rasulullah bersabdah, "Kalian akan dipimpin oleh para penguasa yang sewenang-wenang. Di antara kalian ada yang berdiam saja, dan ada yang mengingkari. Barangsiapa yang mengingkari, maka ia terbebas dari dosa. Barangsiapa yang hanya menahan kebencian, maka ia akan selamat. Akan tetapi barangsiapa yang rela bahkan mengikutinya, maka ia akan ikut menanggung dosa." Para sahabat bertanya, "ya Rasulullah, tidakkah kami memerangi mereka?" beliau menjawab, "Jangan, selama mereka melakukan shalat."
Islam sangat memperhatikan hak yang paling urgen dalam kehidupan manusia yaitu hak hidup, hak tersebut merupakan hak milik manusia secara mutlaq tanpa membedakan warna kulit, bangsa, Negara dan posisinya dalam masyarakat.
Allah berfirman dalam surat al-Isra 70 :
Dalam surat yang sama ayat 33 Allah juga berfirman :
Termasuk tidak boleh membunuh anak karena takut miskin, Allah berfirman dalam surat al-Isra 31 :
Islam juga melarang keras tindakan bunuh diri apapun alasannya, Imam bukhori dan Muslim meriwayatkan hadits Rasulullah saw ;
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال , قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : من تردى من جبل فقتل نفسه فهو في نار جهنم يتردى فيها خالدا مخلدا فيها ابدا , ومن تحسى سما فقتل نفسه فسمه في يده يتحساه في نار جهنم خالدا مخلدا فيها ابدا , ومن قتل نفسه بحديدة فحديدته في يده يتوجأ بها في نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا
Disyariatkannya hudud dan qishash adalah dalam rangka menjaga jiwa dan harta, mencuri dipotong tangannya dan membunuh dibunuh, meski tidak semua pencuarian dihukum potong dan tidak semua pembunuh dibunuh, tapi ada syarat-syarat yang harus terpenuhi untuk dilakukannya eksekusi.
Dalam kasus pencurian misalnya ada beberapa syarat untuk dilaksanakan haddus sariqoh, diantaranya :
1. orang yang mencuri itu mukallaf
2. Pencurian dilakukan atas kehendak sendiri
3. Pencuri tidak ada hak syubhat terhadap barang yang dicuri
4. Barang yang dicuri termasuk barang berharga dan halal dijual
5. Barang yang dicuri nilainya diatas satu nishab pencurian (bukan nishab zakat) yaitu seperempat dinar.
Demikian juga dalam qishosh, ada syarat-syarat wajibnya qishosh, misalnya :
1. Orang yang dibunuh termasuk ma'sum ad-dam
2. Orang yang membunuh sudah baligh
3. Pembunuh berakal
4. Pembunuhan dilakukan bukan karena tekanan
5. Pembunuh bukan asal yang terbunuh
6. Orang yang dibunuh mukafi' dengan pembunuh
7. Dalam menjalankan pembunuhan, pembunuh tidak menjalankannya bersama-sama dengan orang yang tidak terkena qishosh.
DENGAN CINTA AKU BERPUASA
Dengan Cinta Aku Berpuasa
Tidak semua cinta berbalas, bahkan banyak cinta bertepuk sebelah tangan dan berakhir dengan petaka dan angkara murka. Imam Bukhori meriwayatkan betapa besarnya cinta Allah pada hamba-Nya," Usai sebuah peperangan Rosulullah SAW memeriksa kondisi para tawanan perang, kemudian melintaslah anak yang masih balita didepan Rosulullah dan para shahabat, namun serta merta seorang wanita segera merengkuhnya dan memuluknya, secepat kilat bocah itu terlena dalam susuan ibundanya. Melihat sebuah adegan yang menharukan tersebut rosulullah betranya kepada para sahabat," apakah mungkin seorang ibu tersebut melemparkan anaknya kedalam api? Tidak Ya Rosulullah! Sesungguhnya Allah lebih cinta dan saying kepada hambanya dari ibu tadi kepada balitanya."
Oleh karena itulah Allah menurunkan syaria'at, aturan-aturan, perintah dan larangan atas dasar Hakimun 'Alim ( maha bijaksana dan maha mengetahui) dengan Gofurur Ar-Rohim (maha mengampuni dan Maha Pengasih) bukan dengan Al-Jabbar dan Al-Qohar ( maha perkasa dan Maha Kuat).
Artinya adalah Allah melarang dan menyuruh hamba-Nya semata-mata untuk kebaikan hambanya. Cinta dan saying Allah lah melatari perintah puasa romadhon, yang menurut orang –orang lemah iman sbagai beban dan himpitan. Yang digunakan Tuhan sebagai sarana Tuhan menunjukan kemahaanya dan hegomaninaya terhadap manusia. Demikianlah filsafat Yunani ketika membahas hubungan Tuhan dengan manusia.
Mungkn itu tuhan mereka, tapai Tuhan kita Allah SWT setelah mewajibkan puasa di bulan romadhon berfirman ," Allah mengingkan kemudahan bagi kalian dan Allah tidak mengingkan kesulitan bagi kalian." ( QS Al-Baqoroh 185).
Nampaknya hanya hati-hati yang bersih lagi beriman yang meraskan desiran cinta Allah yang demikian kuat memajakan hamba-hambanya dalam rahmat-Nya, ampunan-Nya,pahala-pahala-Nya dan puncaknya pertemuan akbar antara zdat yang mencinta dengan hamba yang mencinta. Ketaqwaan sebagai hadiah sekaligus tiket perjumpaan yang melibas dan mengobati kepedihan keperihan di jalan cinta Ilahi. Bahkan kepedihan dan keperihan berubah menjadi keindahan dan kelezatan spiritual bagai lantunan kerinduan para pencari Tuhan dalam do'a dan munajat romadon, seraya berujar, Ya Ilahi dengan cinta aku berpuasa. Inilah hakekat ibadah bertemuanya dua cinta dalam ketundukan hamba kepada tuanya (Robb) jasadnya nampak letih namun jiwa dan hatinya mendulang kenikmatan-kenikmatan yang tidak dapat dirasakan kecuali oleh orang-orang yang telah mencobanya.
Dari sini kita memahami bagaimana rosulullah menggemari puasa di musim panas. Rosulullah juga mengatakan ," ketentraman hatiku di dalam sholat." Padahal Ummuna 'Aisyah meriwayatkan, Rosulullah sholat malam sampai membengkak kedua kakinya. Lebih dari itu ketika Rosulullah pulang dari sebuah peperangan yang sangat melelahkan, beliau mengatakan kepada sahabat Bilal," Ya Bilal Arihnii bissholat." Wahai Bilal biarkan saya istirahat dengan sholat.
Adalah sahabat Ustman mengatakan," tidaklah seseorang itu merasakan kelelahan ketika membaca Al-Qur'an jika hatinya bersih."
Kewajiban puasa adalah wujud cinta Allah pada hambanya marilah kita sambut cinta Allah, marilah kita berpusa dengan cinta, pastilah anda merasakan getar dan indahnya puasa.
Langganan:
Postingan (Atom)