Kamis, 24 Maret 2011

KAMI ADALAH MURABBI



“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir; maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang”. (QS. As Shaff: 14)
Seorang peserta tarbiyah menyesali diri, ”Saya ikut tarbiyah sudah bertahun-tahun akan tetapi saya tidak dapat berbuat banyak untuk menyebarluaskan dakwah dan tarbiyah seperti harapan murabbi saya. Kemampuan saya sangat terbatas. Saya belum berani untuk menyampaikan apa yang telah saya dapatkan di pengajian. Saya malu pada diri saya apalagi pada murabbi”.
Di tempat terpisah, “Binaan saya kok belum ada kemajuan yah, padahal saya telah membina mereka bertahun-tahun”, keluh seorang murabbi ketika mengikuti daurah murabbi. “Saya ingin mereka cepat berinteraksi dengan materi yang saya sampaikan dan menyebarluaskannya sehingga dakwah ini tumbuh dengan pesat”, sang murabbi menjelaskan harapan dirinya terhadap mutarabbi yang dia bina.
Di lain kesempatan salah seorang jamaah masjid mengutarakan keinginannya kepada seorang ustadz yang telah memaparkan panjang lebar tentang ajaran Islam di majelis pengajian yang baru diikutinya. “Ustadz, saya sangat tertarik dengan tema yang tadi disampaikan. Rasanya, materi yang ustadz jelaskan tadi sepertinya belum utuh dan selesai. Bagaimana bila materi itu dilanjutkan saja pada pertemuan yang akan datang”. “Kalau begitu saudara lebih baik mengaji secara rutin dan terarah di majelis pengajian yang saya kelola”, ajak sang ustadz. “Boleh, kami siap mengikutinya ustadz, bila diperkenankan”, jawab jama’ah tersebut. “Dengan senang hati, akan tetapi saudara mesti komitmen dan konsisten untuk mengikutinya”, jelas ustadz.
Pembicaraan di atas sering terlontarkan di berbagai kesempatan. Tampak sangat kontras bila disandingkan. Tidak sedikit orang yang tertarik untuk mengikuti kajian Islam secara rutin dan terarah (halaqah). Mereka berharap mendapatkan pembinaan diri secara intensif agar dapat memahami dan menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Itulah berkah dakwah yang Allah SWT. amanahkan kepada kader ini.
Saat ini banyak kita jumpai berkah dakwah yang diberikan Allah SWT. yang diantaranya berupa ketertarikan sejumlah orang pada dakwah yang mereka dengar dari mulut para kader. Akan tetapi orang yang mampu membina mereka dapat dikatakan belum memadai. Bahkan seperti ungkapan diatas masih ditemukan kader dakwah yang telah lama mendapatkan pembinaan namun belum percaya diri (berani) untuk membina kader baru dengan berbagai macam alasan.
Sebagaimana kita pahami bahwa, tarbiyah atau pembinaan diri menjadi bagian yang urgen dalam dakwah. Melalui tarbiyah, seorang kader dibina untuk memahami ajaran Islam secara utuh dan menyeluruh. Selanjutnya, diarahkan agar mampu berinteraksi dengan muatan materi yang telah diterima. Dengan begitu nilai-nilai Islam tidak hanya sebatas dipahami melainkan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian ditempa untuk ikut terlibat aktif dalam menyebarluaskan dakwah Islam kepada khalayak sehingga dakwah tumbuh dan berkembang.
Amal dakwah dipandang produktif bila melahirkan kader-kader yang menjadi estafeter dakwah. Munculnya pelanjut dakwah untuk ikut terlibat aktif dalam mengemban amanah dakwah ini menjadi salah satu kunci kesuksesan penyebarluasannya. Peran pelanjut dakwah, mengemban amanah ini memang tidak hanya sebatas penyebarluasan saja melainkan juga meningkatkan mutu interaksi obyek dakwah terhadap ajaran Islam. Peran sebagai da’i serta murabbi.
Peran ini dipahami benar oleh para pendahulu dakwah di masa lalu. Mereka mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap eksistensi dakwah. Ada rasa penyesalan yang dalam bila mereka tidak dapat menunaikannya dengan baik. Pantaslah apabila perjalanan dakwah pada masa Rasulullah SAW. dan para sahabatnya mengalami perkembangan yang maju, baik dari aspek penyebarannya maupun peningkatan mutu kualitasnya.
Hal ini terbukti dari dialog antara Rasulullah SAW. dengan Hudzaifah Ibnu Yaman RA. Dia menginformasikan beliau data-data yang terukur tentang siapa yang telah masuk Islam, keluarga mana saja dan dari kabilah mana?. Dari informasi tersebut dapat dipahami bahwa amal dakwah mengalami perkembangan yang pesat waktu itu.
Tulang punggung keberhasilan dakwah mencapai sasaran tersebut terletak pada peran murabbi. Untuk memberikan arahan dan pembinaan yang kontinue sehingga melahirkan kader dakwah baru yang ikut terlibat aktif dalam amal dakwah.
Besarnya peran murabbi dan tanggung jawabnya pada dakwah sering kali menjadi momok bagi para kader. Kondisi ini yang menyebabkan mereka gamang untuk membina orang lain. Apalagi bila dilihat kemampuan dan kondisi dirinya yang belum memadai.
Sebenarnya asumsi semacam ini kurang tepat, sebab banyak kemampuan para murabbi diawal kontribusinya dalam dakwah sama seperti yang dimiliki kebanyakan kader. Namun mereka memiliki dorongan yang kuat untuk terjun dalam dakwah ini. Apalagi mengingat doktrin dakwah yang berbunyi: Inna al akhs ash shadiq laa budda an yakuna murabbiyan (seorang al akh sejati tidak boleh tidak menjadi murabbi).
Untuk mengubur momok yang menjadi penghambat produktifitas dakwah mesti memperhatikan bekalan-bekalannya. Bekalan itu bukanlah setumpuk catatan materi melainkan hal-hal sebagai berikut:
1. Dawafi’ al imany (Motivasi imaniyah)
Mengukur untung ruginya melakukan suatu aktifitas merupakan opini umum banyak orang. Semakin besar keuntungan yang bakal diperoleh semakin besar pula dorongan untuk melakukannya. Sebaliknya bila keuntungannya kecil atau kerugian yang bakal dia dapatkan, maka dia akan berpikir beberapa kali untuk melaksanakannya.
Penyebarluasan dakwah, dalam hal ini menjadi murabbi termasuk salah satu dari aktifitas ubudiyah. Segala kegiatan yang bersifat ubudiyah keuntungan materinya sering kali tidak kontan. Bahkan gambaran kerugian acap kali mengiringi amal tersebut. Rugi waktu, kesempatan, harta dan lain-lainnya, begitu yang ada dalam benak pikiran orang. Hal ini tidak jarang menyebabkan orang sungkan untuk melibatkan dirinya secara utuh. Hanya orang yang mempunyai keimanan kuat yang mampu menunaikannya. Sebab itu Imam Nawawi Rahimahullah menempatkan hadits keikhlasan sebagai hadits pertama dalam kitabnya lantaran fungsi motivasi keimanan ini menjadi pendorong besar.
Kekuatan iman menjadi daya dorong yang besar dalam melakukan berbagai aktifitas ubudiyah. Oleh karena itu menjadi kewajiban para kader dakwah untuk menambah bekal keimanan. Agar dengannya amal dakwah yang besar dapat ditunaikan dengan keringanan hati. Sehingga Allah SWT. akan memudahkan dirinya dalam mentarbiyah orang lain. Bahkan memberinya pengetahuan untuk menopang amal tarbiyah yang ia lakukan.
“Dan bertakwalah kepada Allah, niscaya Allah akan mengajarkanmu dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al Baqarah: 282)
2. At Tafaul (Optimisme)
Optimisme sebagian dari kesuksesan, bahkan kemenangan. Dengan optimisme, manusia dapat membangun harapan besarnya. Ia menjadi penyejuk hati ketika mendapatkan rintangan. Dalam dakwah optimis ini dapat merajut bangunan harapan dan dambaan, karenanya ia tidak boleh menipis apalagi habis. Lihatlah Rasulullah SAW. dalam menyampaikan dakwahnya. Beliau sangat optimis meski harus berhadapan dengan cobaan dan rintangan.
Tatkala Rasulullah SAW. pergi ke Thaif, beliau mendapatkan intimidasi dan cemoohan masyarakat di sana. Perlakuan mereka kepada Nabi Utusan Allah sudah membuat geram Malaikat penjaga gunung Thaif. Akan tetapi beliau masih memiliki harapan besar pada mereka. Sebagaimana ucapan beliau ketika itu, “Bila saat ini mereka tidak menerima seruanku, aku berharap dari keturunan mereka menyambut dakwahku”. Nyatanya, sepuluh tahun sesudah kejadian itu berbondong-bondonglah mereka menjumpai Rasulullah SAW. untuk menjadi pengikutnya.
Begitulah Rasulullah SAW. mengajarkan kepada kita untuk selalu optimis dalam menyebarluaskan dakwah, meski menghadapi tantangan. Juga dalam mentarbiyah. Membina manusia ke jalan Allah SWT. banyak rintangan dan cobaan, karenanya persediaan optimis harus dalam keadaan surplus.
“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (QS. Yusuf: 87)
3. At Tsiqah bil qudratidz Dzatiyah (Percaya terhadap kemampuan diri)
Kemampuan yang belum memadai tidak boleh menjadi kendala besar untuk menjadi murabbi. Kemampuan akan memadai bila sering terasah. Mengasah kemampuan menyebarluaskan dakwah melalui keberanian untuk menyampaikan apa saja yang telah dia dapatkan. Meskipun tema-tema sederhana. Seringnya menyampaikan dakwah akan mempertajam kemampuannya sebagai murabbi.
Apabila kita melihat perjalanan dakwah para sahabat, mereka tidak memenuhi kadar kemampuannya terlebih dahulu. Melainkan dengan rasa tanggungjawabnya mereka menyebarluaskan dakwah. Jiwa mas’uliyah mereka memberikan kemampuan besar untuk membina manusia yang selanjutnya terlibat aktif dalam amal dakwah. Walaupun mereka jauh dari komunitas kaum muslimin lantaran mereka menjadi duta Rasulullah ke berbagai wilayah. Diantaranya sahabat Mu’adz bin Jabal RA. yang dikirim ke Yaman.
Ketika Muadz bin Jabal akan dikirim ke Yaman. Dia mengharapkan Rasulullah SAW. memberikan banyak bekalan, semacam tentir materi dakwah. Ternyata beliau hanya memberikan 3 bekalan. Pertama, meningkatkan komitmen moral. Kedua, pembersihan diri. Ketiga, interaksi sosial. Sebagaimana sabdanya pada Mu’adz: “Bertaqwalah kepada Allah di mana saja kamu berada, ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya akan menghapusnya dan berbuat baiklah pada manusia” (HR. Bukhari dan Muslim). Lalu apakah bekalan itu kurang buat dirinya?. Jawabnya tidak, buktinya dakwah yang ia lakukan berkembang di sana.
Permasalahannya disini adalah kepercayaan pada kemampuan diri. Bahwasanya setiap manusia akan tajam kemampuannya bila sering dipergunakan, termasuk juga kemampuan menjadi murabbi. Oleh sebab itu kader-kader dakwah harus memperbaiki sekaligus meningkatkan kepercayaan dirinya terhadap kemampuannya sebagai murabbi.
4. Al Ibrah wa ta’birul akhorin (Mengambil Pelajaran dan Pengalaman orang lain)
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Ungkapan ini berlaku untuk semua permasalahan tak terkecuali dalam mentarbiyah manusia. Pengalaman yang baik menjadi contoh sedangkan pengalaman buruk menjadi pelajaran berharga.
Untuk mendapatkan pengalaman banyak jalan yang bisa dilakukan. Diantaranya terjun langsung ke lapangan. Di sana berbagai pernak pernik tarbiyah akan mudah kita temukan. Dapat juga ikut magang di halaqah orang lain untuk melihat dinamika tarbiyahnya dan mencari solusinya. Serta diskusi dengan orang lain tentang pengalamannya dalam mentarbiyah orang. Sehingga menjadi souvernir dakwah yang tak ternilai harganya. Perbanyaklah mengambil pelajaran dan pengalaman dari orang lain, begitu kata orang bijak.
5. Do’a
Kedudukan do’a bagi seorang mukmin sangat berarti. Ia menjadi senjata baginya. Melalui do’a, ia menjadi penawar hati yang kelu, penyejuk jiwa yang panas. Dalam mentarbiyah, peranan do’a tidak boleh diabaikan. Baik sebelum maupun sesudah menunaikannya. Ia akan menjadi penghantar hidayah Allah SWT. Nabi Musa AS. telah mencontohkannya pada kita sekalian. Tatkala akan mendakwahkan Fir’aun, beliau memunajatkan do’a pada Allah SWT.:
“Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku”. (QS. Thaahaa: 25 – 28)
Sebab itu, sebelum maupun sesudah menyampaikan muatan tarbiyah janganlah lupa berdo’a. Dengan berdo’a semoga Allah SWT. memudahkannya untuk menyebarluaskan dakwah yang akan menghantarkan hidayah-Nya pada orang lain. Amin.
Kesuksesan Murabbi Dalam Tarbiyah
Meraih kesuksesan dalam tarbiyah bukanlah hal yang mudah. Banyak kendala yang akan menghadangnya setiap saat. Akan tetapi seorang murabbi tidak boleh berkecil hati menghadapinya.
Tarbiyah dapat dinilai sukses bila melahirkan kader-kader baru yang ikut serta dalam barisan dakwah. Ini menjadi penyebab yang menyenangkan murabbi juga penyebab kebencian musuh-musuh dakwah.
“Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu'min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS. Al Fath: 29)
Untuk mencapai kesuksesan dalam mentarbiyah pendahulu dakwah ini memberikan catatannya tentang pilar-pilar kesuksesan tarbiyah, yakni:
1. Quwwatul Irodah (Kemauan yang kuat)
Murabbi mesti memperkuat kemauannya dalam mentarbiyah. Kemauan yang kuat akan menjadi kendaraan handal dalam mengelola tarbiyah. Ia tidak lekang karena panas, tidak pula lapuk karena hujan. Ia juga menjadi motivasi bagi mutarabbinya.
Seorang mutarabbi pernah memaparkan kekagumannya pada murabbinya. Lantaran sang murabbi senantiasa hadir bersamanya meski harus berjalan kaki, dalam keadaan hujan, sakit apalagi hal-hal yang ringan. Kalaupun terpaksa tidak dapat hadir, ia sempatkan untuk berbicara dengan mutarabbinya melalui telepon saat waktu pertemuannya ataupun sesudahnya. “Subhanallah, ustadz saya selalu hadir dalam pertemuan, saya malu kalau tidak hadir. Apalagi hanya karena masalah kecil”. Tampaknya kemauan yang kuat menjadi traktor yang ikut mempengaruhi unsur lainnya.
Kemauan kuat tidak juga terbatas pada kemauan untuk hadir semata, tetapi juga kemauan keras untuk menjaga dan memelihara mutarabbinya agar mereka tidak tergelincir dalam perjalanannya.
2. Al Qudwah (Keteladanan)
Aktifitas spiritual merupakan aktifitas yang mengkedepankan keteladanan. Keteladanan menjadi cermin jernih pada amal spiritual. Murabbi menempati posisi penting dalam keteladanan amaliyah ini. Sebagai mercusuar untuk membimbing ke arah mana jalan yang harus dilalui. Sehingga bahtera itu mendapatkan rute perjalananannya menuju taman harapan. Teladan dalam ruhiyah, fikriyah, ijtima’iyah, tadhiyah, amaliyah dan yang lainnya.
Rasulullah SAW. bersabda: “Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya”. (HR. Tirmidzi).
Selayaknya seorang murabbi terdepan dalam mengimplementasi nilai-nilai yang telah ia sampaikan. Sehingga ia menjadi mesin penarik jiwa-jiwa manusia.
3. Isti’dadu baramiji al muwajjahah (Mempersiapkan agenda pertemuan)
Imam Hasan Al Banna membuat catatan kecil pada secarik kertas. Murid-muridnya bertanya: “Untuk apa catatan itu wahai imam?”. “Saya sedang mempersiapkan materi pertemuan nanti”, jawab sang Imam.
Seorang murabbi untuk meraih keberhasilan tarbiyahnya perlu mempersiapkan agenda liqa’ tarbawiyahnya. Diawali dengan mempersiapkan diri untuk pertemuan tersebut. Baik aspek psykologis, fisikis, intelektual maupun material. Terlebih lagi agenda pertemuan tersebut agar liqa’ tarbawiyahnya menjadi pertemuan yang bermakna. Bukan pada lamanya waktu pertemuan melainkan pada isi pertemuan tersebut.
4. Matanah as syakhshiyah (Soliditas personal)
Soliditas personal baik vertikal ataupun horisontal menjadi faktor yang ikut mempengaruhi dinamika kelompok. Demikian pula komunitas dan soliditas tarbiyah. Soliditas vertikal dalam artian menjaga hubungan yang baik antara murabbi dengan mutarabbi atau sebaliknya. Sedangkan soliditas horisontal adalah menjaga hubungan antara sesama mutarabbi.
Terkadang masalah kecil dan sepele dapat merusak soliditas kelompok. Akhirnya hancurlah dinamika kelompoknya yang berlanjut dengan bubarnya kelompok tersebut.
Apabila kita cermati persoalannya terletak pada kemampuan masing-masing personal memelihara kesehatan hatinya. Itu menjadi inti permasalahannya. Apabila setiap personal tidak berupaya menjaga kualitas hatinya dapat memporakporandakan kekokohan barisan manusia yang telah dibangun.
Murabbi dalam hal ini memegang peranan penting. Bila ada gesekan antara dirinya dengan mutarabbi hendaknya mampu berlaku arif dan bijak mencairkan hubungan yang kaku sebagai akibat dari gesekan tersebut. Jika yang terjadi pada sesama mutarabbi dapat menjembatani antara mereka dengan sikapnya menjadi penengah tidak berpihak pada satu sisi. Dengan prilaku murabbi yang seperti itu soliditas kelompok akan terpelihara dunia dan akhirat.
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa”. (QS. Az Zukhruf: 67)
5. Taujih wa muraqabah al murabbi (Arahan dan kontroling murabbi)
Diantara baramij tarbiyah yang ditunggu-tunggu mutarabbi adalah cucuran taujih murabbi yang akan mengarahkan mereka. Taujih tersebut menjadi curahan kesejukan hati. Terlebih lagi muatan yang disampaikan aktual dan tepat. Kehadiran mereka dalam pertemuan tersebut memang berharap untuk mendapatkan arahan murabbi.
Interaksi mutarabbi dengan kehidupannya menimbulkan karat dan noda yang perlu dibersihkan. Pertemuan tarbiyah, mereka jadikan sebagai sarana untuk menetralisir sekaligus meningkatkan imunitas dirinya. Mereka sangat senang mendapatkan arahan tersebut.
Seorang mutarabbi mengutarakan keinginannya untuk pindah halaqah. Itu dikarenakan pertemuan tarbiyah mereka rasakan hambar tanpa makna. “Murabbi saya super sibuk, jarang hadir. Kalaupun hadir hanya sekedar tatap muka saja. Padahal kami berharap mendapatkan sepatah atau dua patah kata sebagai penyejuk hati kami”. Keluhnya.
Ungkapan tersebut sebenarnya bukanlah gugatan. Akan tetapi lebih kepada harapan dan keinganan mereka mendapatkan nasehat penyejuk iman dari murabbi. Para sahabat, bila hadir dalam majlis Rasulullah SAW. mereka mendapatkan solusi dari problematika yang mereka miliki. Baik problem internal, rumah tangga masyarakat atau persoalan lainnya. Taujih Rasulullah SAW. menjadi jawabannya.
Disamping taujih, kontroling murabbi juga tidak kalah penting untuk mengokohkan pembinaan mutarabbi. Mengontrol kualitas ruhiyah, fikriyah, aktifitas ‘ailiyah maupun aktifitas sosial.
6. Manhajiyah at tarbawiyah as shahihah wa al murakkazah (Metodelogi tarbiyah yang shahih dan tepat)
Keberhasilan tarbiyah ditentukan pula oleh metodelogi yang benar dan tepat. Ketepatan waktu penyampaian, tema yang disampaikan, cara penyampaian ataupun metode pendekatannya. Rasulullah SAW. sangat memperhatikan masalah ini agar apa yang beliau sampaikan mengena pada sasaran.
Rafi’ ibnu Al Mu’alla RA. memaparkan pengalamannya bersama Rasulullah SAW. ketika menerima ajaran Rasulullah SAW. Beliau mengajarkannya pada waktu dimana hati manusia siap untuk mendengarkannya, yakni sesudah melaksanakan ibadah. Juga di tempat yang diberkahi Allah SWT. yaitu di mesjid atau majlis-majlis ilmu. Pendekatan yang digunakan dengan pendekatan personal yang memikat memupus jurang pemisah antara murabbi dan mutarabbi. Rafi’ berkomentar saat didekati Rasulullah SAW. dengan mengatakan “Rasanya sayalah orang yang paling dekat dengannya”. Cara penyampaian beliau membuat terpukau pendengarnya melalui pemaparan yang booming. Seperti saat akan menyampaikan surat Al Fatihah beliau mengatakan, “Maukah engkau aku ajarkan satu surat yang paling besar dalam Al Qur’an sepulang dari mesjid?”.
Selayaknya murabbi pandai memilih dan menggunakan metode yang tepat dalam menyampaikan muatan tarbiyahnya. Agar muatan yang disampaikan mengenai sasaran selanjutnya tertanam di hati mutarabbi.
7. In’asy at tarbawiyah (Penyegaran aktifitas tarbiyah)
Untuk meningkatkan kualitas tarbiyah, penyegaran aktifitas tarbiyah bisa dilakukan, misalnya dengan acara mabit bersama, saroya, rihlah, olah raga jama’iyah, daurah tarqiyyah atau kegiatan lainnya. Penyegaran ini dalam upaya mendinamiskan suasana tarbiyah dari kejenuhan. Diharapkan acara tersebut dapat menjadi energi baru bagi mutarabbi. Murabbi dalam menyelenggarakan in’asy tarbawiyah ini dapat melihat kebutuhan mutarabbi agar kegiatan itu tepat sasaran.
Rasulullah SAW. bersabda: “Rehatkanlah hatimu karena ia tidak terbuat dari besi” (HR. An Nasa’i).
8. Do’a (saling mendo'akan)
Seperti kita ketahui bahwa do’a mempunyai daya dukung yang berarti dalam amal dakwah. Demikian pula keberhasilan tarbiyah. Murabbi tidak boleh mahal untuk mendo’akan mutarabbinya agar dikokohkan hatinya dalam menerima Islam serta dimudahkan merealisasikannya. Juga hendaknya murabbi menganjurkan kepada mutarabbinya untuk senantiasa saling mendo’akan supaya diberikan kekuatan untuk menjalankan ajaran Islam.
Begitulah catatan pendahulu kita sebagai panduan untuk mencapai kesuksesan mengelola tarbiyah. Untuk mencapainya, tarbiyah sebagai sarana pembinaan diri sudah barang tentu mesti dilakukan secara kontinue. Rutin, marhaliyah dan sistemik. Hal ini tentu jangan menjadi faktor yang mempersulit seorang kader untuk menjadi murabbi. Melainkan sebagai arahan untuk kita pegang agar meraih kesuksesan tersebut. Oleh karena itu marilah kita berikrar ‘Kami adalah Murabbi’. Why not?. Kenapa tidak?. (Terima kasih Ustadz DH. Al Yusni)

Senin, 21 Maret 2011

SEJARAH SEKOLAH ISLAM TERPADU PERMATA MOJOKERTO

Ini sekelumit tentang Sekolah Islam Terpadu (SIT) Permata di Kota Mojokerto.

Th. 2000 dengan visi membentuk insan kamil didirikan Taman Kanak Kanak Islam Terpadu Permata dibawah naungan Yayasan Pengembangan Infaq (YPI) Bina Madani meminjam gedung TPQ yang di kawasan Empunala Gang Wiryo. Dari sebuah gang sempit inilah cikal bakal berdirinya SIT Permata di Kota Mojokerto dimulai.

Th. 2002 dituntut kebutuhan bahwa lulusan TKIT Permata harus bisa melanjutkan kemampuan yang sudah didapat maka dengan semangat Pendidikan Berkelanjutan didirikanlah SD Islam Terpadu Permata.
- Berawal dari sebidang tanah waqof dari seorang dermawan bernama Bapak H. Sadeni di Jl. Tropodo 847A yang bersebelahan dengan Masjid Al-Barokah ditambah 2 lokal kelas yang dulunya dipakai Madrasah Ibtidaiyah ( MI ) dan sudah tidak dipakai lagi dimulailah pendirian SDIT Permata dengan menambah 2 ruang kelas baru lagi.
- Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan sekolah dibentuklah Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Bina Madani yang diketuai oleh dr. Heru Rustiadi dan selanjutnya disebut sebagai direktur. Dengan mengusung visi :
“Membentuk generasi berakhlaqul karimah dan berprestasi akademis tinggi”

Th. 2003 TKIT Permata dipindahkan Jl. Tropodo menempati ruang SDIT Permata yang belum terpakai sekaligus dimulainya pembangunan gedung TKIT Permata ditempat yang sama.

Tahun 2004 Dengan menerapkan kurikulum yang memadukan antara pendidikan umum dan muatan Agama Islam, SDIT Permata dengan cepat mendapat sambutan positif dari masyarakat sehingga 2 tahun kemudian tepatnya tahun ajaran 2004/2005 karena besarnya animo masyarakat untuk mendaftarkan putra ke SDIT Permata maka dibuka 2 kelas rombongan belajar (rombel).

Tahun 2005 dr. Heru Rustiadi digantikan oleh Drs. Mudji Taher sebagai direktur LPI . Dan mengubah nama LPI Bina Madani dengan nama LPI Permata sekaligus merupakan awal berdirinya Yayasan Permata Mojokerto. Ditahun tersebut juga dimulainya pengurusan perijinan Play Group Islam Terpadu (PGIT) Permata.

Tahun 2006 atas usul dari para pendiri LPI permata dan keharusan yayasan penyelenggara pendidikan mengantongi ijin dari Menhukham RI maka disepakati untuk membuat yayasan baru yang khusus menenangani pendidikan bernama Yayasan Permata Mojokerto dengan legalitas : Akte Notaris & PPAT Bendy Aban Isbullah, SH, No. 13 tgl 29 Maret 2006 serta Keputusan Menhukham RI No.C-1797.HT.01.02.TH 2006 tanggal 10 Agustus 2006. Dengan demikian LPI Permata tidak lagi di bawah naungan YPI Bina Madani.

Tahun 2007 Ahmad Hasan Bashori, S.Sos. dipilih menggantikan drs. H. Mudji Taher sebagai Direktur LPI Permata dan merintis berdirinya SMP Islam Terpadu Permata.
- Pada tahun sama antusiasme masyarakat untuk mendaftar ke SDIT Permata semakin tak terbendung. Tidak ingin mengecewakan terlalu banyak calon wali murid mulai tahun tersebut SDIT Permata membuka 3 rombel sampai sekarang.
- Sebagai sekolah baru SDIT Permata mendapatkan tempat tersendiri di hati masyarakat dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mojokerto. Berkali-kali SDIT menorehkan prestasi dalam lomba yang diselenggerakan baik tingkat kota maupun tingkat propinsi. Bahkan Tahun 2011 Dewi Arif Hidayati berhasil menyabet NEM terbaik se-Jawa Timur dengan nilai nyaris sempurna. “Semua sepuluh, hanya Bahasa Indonesia salah menjawab satu soal” , ucap Ustadzah Novita Mauris bangga.

Tahun 2008 SMPIT Permata secara legal formal mendapatkan ijin operasional dari dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Mojokerto dengan nomor 421.7/1353/417.313/2008.


Tahun 2010 setelah melalui kajian para Pembina, pengawas, dan pengurus keberadaan LPI dianggap tidak diperlukan lagi. Maka dilakukanlah restrukturisasi sehingga jalur koordinasi sekolah sebagai unit kerja langsung dibawah yayasan yang diketuai oleh drh. Suhartono. Dengan dihapusnya LPI Permata maka Direktur LPI Permata diberikan amanah baru sebagai Koordinator bidang dan unit kerja sekolah.

Tahun 2011 Dengan tujuan mengokohkan keberadaan Sekolah Islam Terpadu (SIT) Permata dan Penguatan Nilai-nilai keislaman dibuatlah Visi Misi Yayasan Permata Mojokerto yang baru yaitu: “Membentuk Generasi Cinta Al-Qur’an, Cerdas dan Berkarakter”
7 April 2011 Masa bakti kepengurusan YPM periode pertama berakhir. Melalui musyawarah yang melibatkan semua komponen Yayasan Permata Mojokerto terpilihlah kepengurusan periode ke-2 dengan menempatkan M. Cholid Virdaus Wajdi, SE. sebagai ketua Yayasan Permata Mojokerto yang baru.

Tahun 2012 Yayasan Permata Mojokerto terus mengembangkan keberadaan Sekolah Islam Terpadu (SIT) Permata dengan membeli lahan baru di Lingkungan Kuwung Kelurahan Meri Kota Mojokerto.

Tahun 2013 SMP Islam Terpadu Permata berhasil mengukuhkan diri sebagai sekolah berprestasi dengan meraih rata-rata NEM terbaik ke-3 se-Kota Mojokerto. Kepala Sekolah SMPIT Permata Chusnul Chotimah mengatakan, “Jika pola soal seperti kemarin (soal acak) saya optimis tahun depan kita bisa lebih baik”.

Komitmen kami tidak berubah, sebagaimana sudah disebutkan dalam salah satu Quality Assurance, “LULUS 100% DENGAN JUJUR”

Berikut Metamorfose Logo Lembaga, Sekolah dan Yayasan Permata Mojokerto:

Tahun 2002




Tahun 2006




Tahun 2008
Tahun 2011?


BERIKUT PARA SESEPUH YAYASAN PERMATA MOJOKERTO
Drh. Suhartono
Ketua Yayasan Permata Mojokerto Pertama




Dr. Heru Rustiadi, Sp.S.
Direktur LPI Bina Madani Periode 2002-2005
(Saat itu SIT Permata masih dibawah YPI Bina Madani)



Drs. Mudji Taher, M.Kes.
Direktur LPI Bina Madani Periode 2005-2007



A. Hasan Bashori, S.Sos.
Direktur LPI Permata Periode 2007-2010
(Merupakan jabatan direktur terakhir karena setelah itu tidak ada lagi jabatan Direktur Lembaga di Yayasan Permata Mojokerto)



M. Cholid Virdaus Wajdi, SE.
Ketua Yayasan Permata Mojokerto Periode 2011 - Sekarang

Minggu, 20 Maret 2011

C'Bezt_friedchicken

Anda penggemar friedchicken?
Tapi tak ingin merogoh kocek terlalu dalam?
C'Bezt_friedchicken barangkali bisa menjadi alternatif kuliner di Mojokerto.
Untuk paket dine in anda bisa memilih paket Rp 7.000an dengan menu nasi putih dan lauk paha bawah atau sayap, sudah termasuk segelas es teh manis. Tersedia juga paket ayam teriyaki dengan harga Rp 9.000an.
Atau kalo mau di bawa pulang juga disedikan paket take away (bisa dilihat di brosur)
Franchise milik japfa ini bisa didapati di Kota Mojokerto tepatnya di Jl. Pahlawan 07-09 Komplek Ruko Royal Regency atau di Jl. Mojopahit yang dulu lebih dikenal MIP (Mojo Indah Plaza). Khusus untuk yang satu ini paling cocok buat ngajak anak-anak, keponakan atau cucu, karena tersedia playground (mandi bola, prosotan dll) gratis.
Sambil nunggu mereka bermain, silahkan memanfaatkan Fasilitas Wifi Area. password : c'beztmantap.

Jumat, 11 Maret 2011

SAYA INI SEDANG FUTUR



Saya ini sedang futur,
Terbukti dengan mulai ogah-ogahannya saya datang ke pengajian setiap pekan.
Dengan alasan klasik: kuliah, lelah, sibuklah, inilah, itulah, saya sedang kalah.

Saya ini sedang futur,
Baca Qur'an jarang, nonton 21 doyan.
Baca Qur'an tak berkesan, nonton VCD ketagihan.

Saya ini sedang futur,
Tak lagi pandai menjaga pandangan.
Senang curi-curi kesempatan.

Saya ini sedang futur,
Jarang baca buku tentang Islam.
Lagi demen main sampai malam.

Saya ini sedang futur,
Walau takut azab, tak pernah sekalipun terisak.
Malah seringnya terbahak-bahak.

Saya ini sedang futur,
Malas berdo'a.
Inginnya pasrah tanpa usaha.

Saya ini sedang futur,
Lihat perut saya yang semakin buncit selangit.
Kalau infaq sedikit, sudah mulai pelit.

Saya ini sedang futur,
Sibuk ngurusin pekerjaan.
Ogah menangani binaan.

Saya ini sedang futur,
Tak lagi bersyukur.
Sudah mulai tidak jujur.

Saya ini sedang futur,
Senang disanjung.
Dikritik langsung murung.

Saya ini sedang futur,
Sangat susah bangun malam untuk muhasabah dan bertafakkur.
Lebih senang peluk guling lalu mendengkur.

Saya ini sedang futur,
Malas ngurusin keluarga,rajin menggunjing tetangga.
Sedikit sekali muhasabah,sering kali menggibah.

Saya ini sedang futur,
Lebih sering bicara cinta.
Walaupun tak jelas kemana tujuannya.

Ya, memang saya ini sedang futur,
Kenapa saya futur?
Kenapa tidak ada seorangpun yang menegur atau menghibur?
Kenapa kepura-puraan, basa-basi, kekakuan makin subur?
Kenapa diantara kita sudah mulai tidak jujur?
Kenapa diantara kita sudah ada yang ngawur?
Kenapa ukhuwah diantara kita sudah mulai hancur?
Kenapa diantara kita ada yang hanya pandai bertutur?

Ya Allah, berikan saya pelipur dan solusi yang terbaik agar tidak semakin futur dan tersungkur ...


Futur : menurut Syekh Al Salumy, futur adalah salah satu dari aib sendiri. Dimana melemahnya semangat melaksanakan ketaatan baik berupa hak Allah maupun manusia, setelah sebelumnya ia melaksanakannya dengan semangat. Lebih buruk lagi kalau ia malah tidak mengetahui kefuturannya. Dan jauh lebih buruk lagi kalau dalam keadaan futur ia malah merasa sedang semangat dalam ketaatan.

Bila Da’i Mencari Maisyah



“Afwan akhi, ini masalah klasik.” Adalah ungkapan yang menarik di kalangan aktifis dakwah, apabila ditanya atas ketidakhadirannya dalam sebuah aktifitas dakwah. Saya kira saya tidak perlu menerangkan apa maksud dari masalah klasik, karena masing-masing kita telah pahami masksudnya. Ini adalah sebagian ungkapan aktifis dakwah yang menunjukkan bahwa sedang mengalami persoalan minim anggaran, sehingga ia tidak hadir dalam aktifitas tersebut.
Minimnya anggaran pada diri seseorang, adalah dampak kurangnya pendapatan yang bersangkutan. Atau kurangnya biaya pada sebuah komunitas, kelompok dan organisasi adalah dampak satu dari dua hal, yaitu, kurangnya pendapatan masing-masing individu yang bergabung dalam komunitas tersebut; atau minimnya akses dan publikasi mereka, tentang kelompok dan kegiatannya kepada sumber-sumber dana, yang mungkin mau memberi andil finansial dalam kegiatan tersebut.
Yang menjadi bahasan utama kita adalah dampak pertama, bukan yang kedua. Karena, pertama, membiayai seluruh kebutuhan dan kegiatan dakwah secara mandiri adalah lebih utama, dan lebih menjaga izzah (kredibilitas) seorang da’i, daripada mengharap pemberian orang lain; kedua, dakwah adalah pekerjaan mempengaruhi, sementara dalam ‘kacamata’ masyarakat, orang kaya lebih mudah berpengaruh jika dibandingkan dengan orang miskin, maka seorang da’i pun harus menjadi kaya; dan ketiga, batuan muhsinin (orang-orang baik) akan datang dengan sendirinya bila sang da’i telah bergerak dan menjalankan program-program dakwahnya. Begitu Rasulullah saw sabdakan: “Bergeraklah! Pasti Allah menggerakkah hati para muhsinin (untuk membantu).” Tapi sang da’i tidak bisa bergerak bila tidak punya modal, maka untuk itulah kita bekerja, mencari anggaran sendiri dari hasil usaha yang kita lakukan sendiri.


1. Urgensi Bekerja Mencari Nafkah Dalam Islam
Banyak sekali ayat Al Qur’an dan hadits Nabi yang menjelaskan pentingnya mencari nafkah, diantaranya:
“Jika shalat telah ditunaikan, bertebaranlah kalian di permukaan bumi, dan carlah sebagian dari karunia Allah.” Qs. Al Jumu’ah: 10.
“…Dan mereka yang berjalan di atas permukaan bumi mencari sebagian dari karunia Allah, serta mereka yang berperang di jalan Allah. Bacalah apa yang mudah bagi kalian dari Al Qur’an…dst.” Qs. Al Muzzammil: 20.
“Seorang mencari kayu bakar, kemudian memikulnya dan menjualnya, adalah lebih baik dari seorang yang mengemis, yang mungkin ia diberi atau ditolak.” Hadits riwayat Muttafaqun ‘alaih dari Abu Hurairah.
“Adalah Nabi Daud ‘alaihissalam tidak makan kecuali hasil kerja tangannya.” Hadits riwayat Bukhari dari Abu Hurairah.
“Adalah Nabi Zakariya ‘alaihissalam seorang tukang kayu.” Hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah.
Dari beberapa ayat dan hadits diatas, dapat kita katakan betapa pentingnya mencari nafkah, bahwa pertama, mencari nafkah itu kedudukannya sama dengan shalat. Dia Allah ‘mengikat’ pekerjaan shalat yang ibadah mahdhah, dengan pekerjaan mencari karunia yang ibadah ghairu mahdhah dengan haruf (fa) yang berarti segera, sehingga tidak boleh ada jedah waktu yang memisahkan antara keduanya.
Kedua, mencari nafkah itu perintah Allah SWT yang wajib hukumnya. Dialah Allah yang menggunakan kata perintah pada ayat itu (fantasyiruu) dan (wabtaghuu), dan kata perintah adalah wajib hukumnya selama tidak ada dalil yang lain yang membantah kewajibannya, sehingga hukumnya berubah menjadi sunnah atau mubah. Bahkan Rasulullah saw menguatkan dengan sabdanya: “Bekerja mencari yang halal itu suatu kewajiban sesudah kewajiban beribadah.” Hadits Riwayat Thabrani dan Baihaqi.
Ketiga, mencari nafkah kedudukannya sama dengan jihad berperang di jalan Allah. Dialah Allah pada ayat berikutnya memerintahkan membaca Al Qur’an yang mudah bagi mereka yang berjalan mencari karunia Allah, dan bagi mereka yang beperang di jalan-Nya. Orang yang berperang di jalan Allah adalah orang bertugas menjaga keamanan kaum muslimin dari serangan musih, sementara orang yang berjalan mencari karunia Allah adalah orang yang bertugas mensejahterakan kaum muslimin dari segala bentuk kemiskinan. Keamanan dan kesejahteraan, adalah kebutuhan dasar yang saling tergantung bak dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, untuk terselenggaranya pembangunan peradaban umat manusia, yang sesuai kehendak Allah SWT. Dalam praktiknya, Utsman bin ‘Affan ra yang pedagang itu, pernah menginfakkan semua barang dagangannya, yang baru saja tiba dari negeri Syam, yang pada saat itu Rasulullah saw sedang mempersiapkan pasukannya menuju Tabuk, sebaliknya, walaupun Utsman bin ‘Affan selalu hadir dalam peperangan, tapi ia tidak pernah tampil sebagai panglima. Demikian pula Khalid bin Walid ra, seorang panglima perang, yang bergelar saifullah al maslul (pedang Allah yang terhunus) sealalu menjadi pemenang, pada setia peperangan yang dipimpinnya, tidak pernah dicatat oleh sejarah sebagai pedagang ulung, walaupun ia juga berdagang, karena perdagangan adalah profesi utama orang-orang Quraisy.
Keempat, mencari nafkah itu terhormat dan pekerjaan para Nabi Allah. Ia membangun izzah karena tidak mengemis, dan besar kemungkinan ia dapat memberi dan membantu orang lain, walaupun ia seorang tukang kayu bakar, atau pandai besi seperti Nabi Daud, atau tukang kayu seperti Nabi Zakariya, maka benarlah sabda Nabi Muhammad saw: “Hai anak Adam! Sesungguhnya jika kamu memberi dari kelebihan hartamu adalah baik bagimu, dan buruk bagimu jika kamu menahannya, engkau tidak akan dicela selam kamu tidak meminta-minta, mulailah bersedeka kepada keluargamu, dan tangan di atas itu lebih baik dari pada tangan yang di bawah.” Hadits riwayat Muslim dari Abu Umamah bin ‘Ijlan ra.
Kelima, jangan ‘pilih-pilih’ pekerjaan dalam mencari nafkah! Semua pekerjaan adalah baik, selama pekerjaan itu halal. Nabi Musa, Nabi Isa dan Muhammad saw, tidak pernah merasa terhina menjadi gembala kambing, demikian pula Nabi Daud dan Nabi Zakariya yang telah disebut di atas. Berdagang sayur di pasar, menarik motor ojek, menjadi pedagang dorongan, menjadi cleaning cervis, dan segala macam pekerjaan, yang di mata masyarakat – mungkin – hina, adalah jauh lebih baik daripada menganggur hidup di bawah tanggungan orang lain, dan atau menjadi pengemis.

2. Kendala Da’i Dalam Mencari Nafkah
Sang da’i menghadapi beberapa kendala dalam mencari nafkah, yaitu sebagian ada pada paradigma, kemudian skill, performen dan kesempatan. Adapun yang ada pada paradigma adalah; pertama, ketika sang da’i dan masyarakat memahami dakwah dengan pemahaman yang sempit, ibarat “cinta tak selebar daun kelor,” maka “dakwah pun tak sebesar minbar.” Mereka menpersepsikan dakwah itu hanya di minbar, dakwah itu tidak lebih dari ceramah, dakwah itu sebatas nasehat dst. Pemahaman seperti ini mengantar kita kepada yang kedua, ketika sang da’i dan masyarakat memahami dakwah adalah pekerjaan orang-orang tertentu saja, bukan tugas bersama oleh seluruh kaum muslimin, ia hanya tugas guru agama, imam, khatib, ustadz dan ulama’. Sehingga lahir yang ketiga, ketika sang da’i dan masyarakat memahami bahwa yang bekerja di bidang dakwah adalah orang-orang suci, mereka titisan malaikat, tidak memerlukan dunia, semua perbuatan dan ucapannya benar, yang kebenarannya sama dengan wahyu dls.
Akibat ketiga paradigma di atas merusak ‘keseimbangan’ kehidupan, khususnya umat Islam dan umat manusia umumnya. Yang pertama membatasi ‘volume’ dakwah. padahal sejauh mana besar volume Islam, seperti itu pula besar volume dakwah. Islam mencakup seluruh dimensi ruang, masa dan aktifitas manusia, maka dakwah pun demikian yang termasuk di dalamnya bekerja mencari nafkah. Sedang yang kedua membatasi kepemilikan agama pada orang tertentu saja yang boleh berdakwah, dan yang paling fatal, bila sampai pada tingkat pengkultusan. Padahal dakwah Islam amanah setiap muslim, apapun suku, bahasa, bangsa, warna kulit, dan profesinya dalam mencri nafkah. Dan yang ketiga membatasi wilayah kerja sang da’i pada pekerjaan tertentu, seperti ceramah, khutbah, mengajar dan semacamnya, da’i tidak cocok jadi pejabat, politisi, bisnismen, tentara dls, yang pada gilirannya membuat para da’i berada di atas menara gading. Padahal sejarah telah membuktikan bagaimana Rasulullah saw sang da’i pertama menggembala kambing, berdagang di pasar, memimpin peperangan, memimpin diplomasi, khutbah di masjid dan mengajar umat dan semacamnya. Hal apa yang dilakoni oleh Tauladan umat ini, tidak hanya terbatas pada dirinya, tapi diikuti oleh semua sahabatnya dan umat Islam pada generasi-generasi berikutnya.
Seyogyanya, demikianlah kita memahami dan bertindak, sehingga kita tidak akan pernah merasa sempit dalam mengamalkan Islam, medan dakwah di hadapan kita sangat luas, dan lapangan profesi yang bisa menghasilkan nafkah buat kita sangat banyak. Tinggal bagaimana kita mensikapi ‘keluasan’ ini, dengan meningkatkan setiap skill (keahlian) yang diperlukan, sekaligus memperhatikan performen (perwajahan) kita pada setiap profesi.
Hal yang mungkin menjadi kendala berikutnya, adalah kesempatan kerja. Saya mengatakan, Setelah paradigma kita perbaiki, skill dan performen, kesempatan itu datang dengan sendirinya, karena kita bisa menciptakannya sendiri dengan kecerdasan kita. “Barang siapa bertakwa kepada Allah, pasti Allah memberinya jalan keluar, dan memberinya rezki yang tidak disangka-sangka dari mana sumbernya.” Qs. At Thalaq: 2-3. “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, pasti Allah memudahkan segala urusannya.” Qs. At Thalaq: 4.


3. Peluang Maisyah dan Kecerdasan
Memang, dalam mencari nafkah tidak cukup hanya dengan perubahan paradigma, perbaikan skill dan performen serta mempunyai kesempatan. Tapi juga membutuhkan kecerdasan dalam membaca setiap peluang yang datang setiap saat.
Rasulullah saw pada masa awal hijrah mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, diantara yang dipersaudarakan adalah Abdurrahman bin ‘Auf dengan Sa’ad bin Rabi’. Singkat cerita, Sa’ad menawarkan sebagian hartanya kepada Abdurrahman, dan salah satu dari dua isterinya. Abdurrahman berkata: “Semoga Allah memberkahi harta dan keluargamu. Lebih baik tunjukkan saja mana pasar kalian?” Ia pun ditunjukkan pasar Bani Qainuqa’. Tak seberapa lama kemudian dia sudah mendapatkan sejumlah samin dan keju. Suatu hari Abdurrahman datang dengan wajah agak pucat. Rasulullah bertanya, “bagaimana keadaanmu?” “Aku sudah menikah,” jawabnya. Kemudian Rasulullah menyakan maskawin yang diberikan kepada isterinya. Ia menjawab, “beberapa keping emas.”
Rahasia apa pada diri Abdurrahman, setelah ditunjukkan pasar, ia telah memiliki samin dan keju dalam waktu tidak lama, dan tidak berselang beberapa hari ia sudah menikah? Sudah pasti bahwa salah satunya adalah kecerdasnnya dalam membaca peluang.
Sejarah bangsa kita pun telah membuktikan bahwa anak-anak bangsa ini adalah putera-putera cerdas melihat peluang dalam mencari nafkah. Lihatlah kepada orang-orang Padang yang menguasai hampir seluruh pasar-pasar di Indonesia bagian barat, disamping itu, mereka mampu me-nasional-kan masakan padang lewat restoran-restoran mereka, yang hampir tidak ada kota di Indonesia kecuali ada restoran padang. Lihatlah kepada orang-orang Jawa yang memiliki keterampilan tangan, yang sangat piawai dalam bercocok tanam, andil mereka sangat besar dalam mengajarkan suku-suku lain dalam bertani. Disamping itu mereka juga mampu merobah barang-barang bekas menjadi ‘karya tangan’ yang bernilai uang. Lihatlah kepada orang-orang Tasik yang menyebar ke hampir setiap pulau di Indonesia untuk berjualan dengan sistem kredit. Lihatlah kepada orang-orang Bugis Makassar yang bertebaran di hampir setiap pantai di Indonesia, menjadi nelayan dan petani tambak. Disamping itu mereka juga menguasai di hampir setiap pasar di Indonesia bagian timur, bahkan merekalah yang membuat lokasi itu menjadi pasar. Dan masih banyak lagi.
Nah, bagaimana dengan kita para da’i? Adakah kita cerdas melihat peluang nafkah yang bertebaran di hadapan kita?


4. Menemukan Peluang Maisyah Dari Pribadi Sang Da’i
Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang telah menyediakan peluang mencari nafkah di alam semesta ini. “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar dilautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala yang kamu mohonkan kepadanya, dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu meng-hingga-kannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). Qs. Ibrahim: 32-34.
Peluang ini pun terbentang luas di bumi Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Terdapat hasil bumi, baik berupa buah-bauahan, hewan ternak dan hasil tambang; terdapat pula hasil laut, baik tumbuhan laut, ikan dan segala jenisnya; dan terdapat pula sumberdaya manusia yang memerlukan pelatihan dan bimbingan serta pelayanan dalam memenuhi berbagai kebutuhan mereka.
Semua peluang tersebut dapat kita raih menjadi sumber maisyah, bila kita mampu mengeksplorasi segala potensi diri yang kita miliki, kemudian mempertemukannya dalam sebuah usaha maisyah. Dalam diri kita terlalu banyak potensi, kita tidak menemukannya sekaligus, tapi kita menemukannya setiap kita mencoba untuk menggalinya. Sehingga da’i yang tadinya hanya bisa ceramah, kalau dia mencoba untuk berdagang maka secara perlahan ia pasti akan mampu; dan jika dia mencoba untuk bertani, atau beternak, atau pandai besi, atau panadi emas dan seterusnya, pasti secara perlahan mampu melakukan semua itu.
Tapi agar kita sukses dalam maisyah, perlu menentukan fokus pada satu potensi untuk dijadikan sebagai profesi, dan ulung dalam bidang tersebut. Tidak masalah kita memiliki banyak potensi, bahkan kita harus senantiasa menggalinya, namun kita melakukan hal itu secara terencana.
Ada pelajaran yang baik dari orang-orang cina dalam meniti karirnya sebagai pedagang, yaitu mereka, sebelum menjadi pedagang kelas atas, terlebih dahulu telah berhasil menjadi pedagang kelas menengah; demikian pula mereka tidak akan melangkah menjadi pedagang menengah sebelum berhasil menjadi pedagang kecil. Seringkali kita ingin langsung menjadi besar, karena melihat orang-orang sukses, tanpa pernah mau mempelajari proses mereka meraih kesuksesan. Disinilah sumber masalahnya.
Pada akhirnya, saya mengharap dari tulisan ini, kita memiliki wawasan bahwa kapan dan di mana pun kita dapat mencari nafkah, dan diberi kesempatan oleh Allah mengatur antara kegiatan dakwah dan maisyah, tanpa harus ada yang terabaikan, yang pada gilirannya maisyah atau nafkah yang kita peroleh dapat membiayai program-program dakwah kita, sehingga kita tidak akan pernah lagi mengatakan, “Afwan akhi, ini masalah kelasik.” Wallahu a’lam.

Rabu, 09 Maret 2011

INDAHNYA ROSULULLOH

(ma’rifatur Rosul ke-2)



Suatu hari Rosullah menaiki bukit Shofa. Kemudian berteriak memanggil-manggil seluruh suku yang tinggal di Makkah. Penduduk Makkah demikian antusias untuk memnuhi panggilan Rosullah. Sebagian ang tidak dapat hadir karena ada halangan bersegaera mengutus orang untuk mewakilainya.
Maka berkumpulah hamper seluruh penduduk Makkah di bawah bukit menyambut panggilan Rosullah. Wahai penduduk Makkah! Apa pendapat kalian jika akau katakana bawa dibaik bukit ini ada sekelompok pasuakan berkuda yang akan menyerang kalian. Apakah kalian percaya ? Mereka menjawab,” kami percaya, kami tidak melihat dan berinteraksi dengan kamu, kecuali kami dapati engkau adalah orang yang aling jujur.
Setelah usai perang Hunain kaum Muslimin kususnya para Muhajirin mendapatkan mendapatkan harta rampasan peran yang melimpah, demikian juga Rosulullah mendapat harta rampasan yang cuup banyak yaitu seperlima dari harta tersebut. Maka mulailah orang-orang arab baduwi yang nota bene miskin mendatang rosulullah untuk meminta shodaqoh, maka rosulullah pun memberikan harta itu sebagai shodaqoh hingga harta itu habis. Mereka sangat ta’jub dengan kedermawanan Rosulullah, mereka setiap ketemu dengan rekanya mengatakan “ pergilah kalian ke Mekkah disana ada Muhammad yang selalu bershodaqoh tanpa takut akan jatuh miskin.”
Shahabat Amru bin ‘Ash mengatakan “ sejak saya masuk Islam tidaklah saya bertemu dengan Rosullah kecuali aku dapati beliau tersenyum kepadaku.”
Demikianlah secuil pesona Rosulullah yang demikian kuat seakan besi sembarani yang akan mengikat kuat hati yang orang-orang yang bertemu dengan beliau. Tidak saja keindahan fisik beliau yang menjadikan orang sekelilingnya terpesona, namun lebih dasyat dari itu adalah Rosulullah memiliki kepribadian agung lagi tinggi yang tidak siapapun mampu mengungguli akhlaq beliau.
Allah SWT dalam surat AL-Qolam menegaskan hakekat ini “ Dan sesngguhnya kamu (Muhammad) diatas akhlaq yang agung.”
Keindahan Akhlaq Rosulullah
1. Rosulullah Shoodiq…Shoodiq adalah sebutan bagi orang yang senantiasa berkata benar dalm segala perkataanya walaupun dalam kondisi bercanda. Suatu hari Rosulullah bercanda dengan shabat…” Wahai fulan aku akan naikan kamu diatas pungguh anak onta,” seakan tidak percaya shahabat tersebut mengatakan” bagaimana mungkin anak onta kuat saya naiki?” sambil tersenyum Rosullah mengatakan “ wahai fulan bukankah setiap onta dewasa adalah anak dari induknya ? maka tertawalah para shahabat dengan candaan Rosullullah.
suatu hari Rosullah didatangi seorang wanita yang mengatakan “ ya Rosulallah suamiku mengundang paduka kerumah” Suamimu matanya ada warna putih-putihnya ? canda Nabi kepada wanita itu. Maka serta merta wanita itu menjawab “ bukan Ya Rosulallah, mata suamiku sehat tidak cacat. Rosulullahpun tersenyum dan mengatakan “ tidak ada mata sehat kecuali ada warna putih yang melingkari warna hitam di mata itu” maka tertawalah wanita tersebut setelah memahami maksud kata beliau.


2. Rosulullah Multazim, yaitu Rosullah selalu menuruti atau melaksanakan segala perintah Allah SWT. Berkata raja kerajaan Oman ketika telah sampai padanya ajakan Nabi untuk masuk Islam “ demi Allah telah dating kepadaku ajakan kepada Islam dari seorang Nabi yang tidaklah ia menunjukan seseorang pada kebaikan beliaulah orang ang pertama kali melakukan, dan tidaklah ia melarang dari keburukan kecuali ia adalah orang yang pertama kali meninggalknya.”
Ketika turun ayat ke- 66 surat Az-Zumar “ Maka dari itu sembahlah Allah dan jadilah kalian semua menjadi hamba yang bersyukur” A’syah menceritakan bahwa Rosulullah kemudian sholat sapai kakianya bengkak, karena terlalu lama berdiri, ketika saya tanya kenapa paduka lakukan ini, sedang Allah telah mengampuni kesalahanmu yang lalu dan yang akan dating ? rosulullah menjawab “ wahai ‘Aisyah, apakah saya tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?”.
3. Rosullah Muballig (tabliig) tugas utama seorang Nabi adalah menyampaikan wahyu dari Allah kepda segenap manusia, agar selamat di dunia dan akherat. Rosullullah dalam menjalankan tugasnya tidak ditaburi karangan bunga dan pujian-pujian, namun beliau justru di cela, dikucilkan, disakiti bahkan diusir dari tanah kelahiranya, lebih dari itu Rosulullah menjadi target operasi pembunuhan dari orang-oran kafir quraisy yang nota bene adalah pamanya sendiri. Suatu hari Abu Jahal sesumbar “ siapa yang berani membawa isi perut unta dan kotoranya ke sini dan menimpakan kepda Muhammad. Serta merta seorang Utbah Ibnu Abi Mu’ith bergegas membawa isi perut onta dan menimpakan ke punggung Rosullah yang sedang bersujud. Sedang orang-orang kafir tertawa terbahak-bahak melihat nabi dalam kondisi seperti itu. Ibnu Ma’ud mengatakan “ tidak ada satu orangpun yang berani membela Nabi ketika itu, hingga dating Fatimah dengan susah payan menarik isi perut onta dati punggung Nabi.”
Rosulullah rela dilempari batu hingga kaki beliau berdarah-darah ketika mendakwahkan Islam kepada penduduk Thoif. Seandainya bukan karena kecintaan Nabi pada umatnya niscaya Nabi menerima tawaran malikat yang menjaga gunung untuk menumpahkan gunung Thaoif kepada orang-orang yang melimparinya. Nmaun justru Nabi mengatakan sedang kakinya mengucurkan darah “ jangan sesungguhnya mereka melakukan itu karena mereka tidak tahu, jusrtu aku berharap akan lahir generasi baru dari mereka yang menyembah Allah dan tidak menyekutukan- Nya.
4. Rosulullah Al-Amiin ( Amanah) Rosulullah tidak perna menipu ataupun berkhianat baik itu kepada kaum muslimin atau yahudi bahkan musyrik sekalipun….Rosulullah amanah kepda Allah : artinya bahwa nabi menyampaikan ajaran Islam apa adanya tidak mengurangi dan menambai. Rosulullah amanah terhadap manusia : Nabi dikenal oleh orang makkah sebagai Al-Amin ( yang dapat dipercaya) sehingga banyak saudagar Makkah yang menitipkan harta benda dan uang kepada Nabi ketika mereka akan berpergian jauh, hingga sahabat Ali harus sibuk mengembalikan barang-barang titipan kepada pemiliknya setelah nabi hijroh ke madinah.


5. Rosulullah Cerdas ( Fathonah) seorang Nabi harus cerdas guna merekam dan menerima wahyu secara benar dan cerdas dalam memahamkan isi wahyu kepda manusia. Beberapa peristiwa menunjukan kecerdasan Rosulullah yang luar biasa. Pada perang badar Rosulullah mencari informasi tentang kekuatan kafir qurasy, hingga nabi berjumpa dengan salah satu prajurit mereka. Maka nabi menanyakan beberapa hal tentang pasukan Qurays, namun orang tersebut menolak sebelum nabi menjelaskan dari mana beliau. Maka nabi mengatakan jawab dulu, nanti akan aku ceritakan dari mana saya berasal….kemudian berceritalah prajurit itu tentang berapa jumlah pasukan kafir Qurays…setelah mendapakan peta kekuatan lawan, nabi pun bergegas pergi…belum jauh melangkah, prajurit itu berteriak “ dari mana kamu? Nabi menjawab dengan cerdas “ saya berasal dari tanah “.
Kita akan dapati kecerdasan Nabi ketika beliau melakukan Hijroh ke madinah….sehingg mampu mengecoh pasukan Qurays yang mencari beliau seantero Makkah.
6. Rosulullah Rohiim ( penyayang) Rosullah sangat sangat menyayangi umatnya baik dewasa maupun anak-anak. Nabi selalu mengucapkan salam ketika melintasi anak-anak, Nabi tidak segan menggendong bayi-bayi para shahabatnya, bahkan tidak jarang nabi harus mensucikan bajunya karena diompoli bayi-bayi itu….di dapati nabi mengegendong dan mencium ayang anak-anak balita, bahkan Nabi didapati sedang dinauki punggunya oleh Hasan ketika beliau sujud dalam sholat dan tidak mengangkat kepalanya sampai Hasan bosan menjadikan Rosulullah kuada-kuadaan. Shabat menceritakan tidaklah Nabi menjenguk orang sakit, pasti ia akan mengusap kepala sisakit dengan lembut serya berdoa untuk ksembuhan…..Aku pernah diusap oleh Nabi, Aku rasakan telapak tangan nabi sangat halus melebihi lembutnya kain sutra, dan aku merasakan kesejukan yang luar biasa dari dari telapak tanganya yang mulia itu.
7. Nabi Mujahid di medan perang…..Nabi memang lembut dan penyanyang, Namun sifat itu tidak menghalangi beliau untuk menjadi tentara yan gagah lagi perkasa. Nabi adalah ahli bergulat. Suatu hari Nabi ditantang jawara gulat musyrik Makkah yang bernama Rokanah….Nabi mampu mengalahkan Rokanah tiga kali pertandingan berturut-turut…hingga Rokanah mengikrarkan diri masuk Islam karena kalah bergulat dengan Nabi. Nabi adalah pelari yang sangat cepat…nabi pun tidak segan-segan untuk meninggalkan sahabat ketika beradu lari….sehingga sahabat tertinggal jauh di belakang.
Ali bin Abi Tholib yang terkenal hebat di medan perang….mengakuai kehebatan Nabi dalam bertempur “ jika perang sudah menggila hingga debu-debu berterbangan maka kami berlindung kepada Nabi.
8. Rosulullah Pemimpin Negara yang adil lagi bijaksana.

Suatu hari Rosullah menaiki bukit Shofa. Kemudian berteriak memanggil-manggil seluruh suku yang tinggal di Makkah. Penduduk Makkah demikian antusias untuk memnuhi panggilan Rosullah. Sebagian orang tidak dapat hadir karena ada halangan bersegaera mengutus orang untuk mewakilinya.
Maka berkumpulah hamper seluruh penduduk Makkah di bawah bukit menyambut panggilan Rosullah. Wahai penduduk Makkah! Apa pendapat kalian jika akau katakana bawa dibaik bukit ini ada sekelompok pasuakan berkuda yang akan menyerang kalian. Apakah kalian percaya ? Mereka menjawab,” kami percaya, kami tidak melihat dan berinteraksi dengan kamu, kecuali kami dapati engkau adalah orang yang aling jujur.
Setelah usai perang Hunain kaum Muslimin kususnya para Muhajirin mendapatkan mendapatkan harta rampasan peran yang melimpah, demikian juga Rosulullah mendapat harta rampasan yang cuup banyak yaitu seperlima dari harta tersebut. Maka mulailah orang-orang arab baduwi yang nota bene miskin mendatang rosulullah untuk meminta shodaqoh, maka rosulullah pun memberikan harta itu sebagai shodaqoh hingga harta itu habis. Mereka sangat ta’jub dengan kedermawanan Rosulullah, mereka setiap ketemu dengan rekanya mengatakan “ pergilah kalian ke Mekkah disana ada Muhammad yang selalu bershodaqoh tanpa takut akan jatuh miskin.”
Shahabat Amru bin ‘Ash mengatakan “ sejak saya masuk Islam tidaklah saya bertemu dengan Rosullah kecuali aku dapati beliau tersenyum kepadaku.”
Demikianlah secuil pesona Rosulullah yang demikian kuat seakan besi sembarani yang akan mengikat kuat hati yang orang-orang yang bertemu dengan beliau. Tidak saja keindahan fisik beliau yang menjadikan orang sekelilingnya terpesona, namun lebih dasyat dari itu adalah Rosulullah memiliki kepribadian agung lagi tinggi yang tidak siapapun mampu mengungguli akhlaq beliau.
Allah SWT dalam surat AL-Qolam menegaskan hakekat ini “ Dan sesngguhnya kamu (Muhammad) diatas akhlaq yang agung.”
Keindahan Akhlaq Rosulullah


1. Rosulullah Shoodiq…Shoodiq adalah sebutan bagi orang yang senantiasa berkata benar dalm segala perkataanya walaupun dalam kondisi bercanda. Suatu hari Rosulullah bercanda dengan shabat…” Wahai fulan aku akan naikan kamu diatas pungguh anak onta,” seakan tidak percaya shahabat tersebut mengatakan” bagaimana mungkin anak onta kuat saya naiki?” sambil tersenyum Rosullah mengatakan “ wahai fulan bukankah setiap onta dewasa adalah anak dari induknya ? maka tertawalah para shahabat dengan candaan Rosullullah.
suatu hari Rosullah didatangi seorang wanita yang mengatakan “ ya Rosulallah suamiku mengundang paduka kerumah” Suamimu matanya ada warna putih-putihnya ? canda Nabi kepada wanita itu. Maka serta merta wanita itu menjawab “ bukan Ya Rosulallah, mata suamiku sehat tidak cacat. Rosulullahpun tersenyum dan mengatakan “ tidak ada mata sehat kecuali ada warna putih yang melingkari warna hitam di mata itu” maka tertawalah wanita tersebut setelah memahami maksud kata beliau.
2. Rosulullah Multazim, yaitu Rosullah selalu menuruti atau melaksanakan segala perintah Allah SWT. Berkata raja kerajaan Oman ketika telah sampai padanya ajakan Nabi untuk masuk Islam “ demi Allah telah dating kepadaku ajakan kepada Islam dari seorang Nabi yang tidaklah ia menunjukan seseorang pada kebaikan beliaulah orang ang pertama kali melakukan, dan tidaklah ia melarang dari keburukan kecuali ia adalah orang yang pertama kali meninggalknya.”
Ketika turun ayat ke- 66 surat Az-Zumar “ Maka dari itu sembahlah Allah dan jadilah kalian semua menjadi hamba yang bersyukur” A’syah menceritakan bahwa Rosulullah kemudian sholat sapai kakianya bengkak, karena terlalu lama berdiri, ketika saya tanya kenapa paduka lakukan ini, sedang Allah telah mengampuni kesalahanmu yang lalu dan yang akan dating ? rosulullah menjawab “ wahai ‘Aisyah, apakah saya tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?”.
3. Rosullah Muballig (tabliig) tugas utama seorang Nabi adalah menyampaikan wahyu dari Allah kepda segenap manusia, agar selamat di dunia dan akherat. Rosullullah dalam menjalankan tugasnya tidak ditaburi karangan bunga dan pujian-pujian, namun beliau justru di cela, dikucilkan, disakiti bahkan diusir dari tanah kelahiranya, lebih dari itu Rosulullah menjadi target operasi pembunuhan dari orang-oran kafir quraisy yang nota bene adalah pamanya sendiri. Suatu hari Abu Jahal sesumbar “ siapa yang berani membawa isi perut unta dan kotoranya ke sini dan menimpakan kepda Muhammad. Serta merta seorang Utbah Ibnu Abi Mu’ith bergegas membawa isi perut onta dan menimpakan ke punggung Rosullah yang sedang bersujud. Sedang orang-orang kafir tertawa terbahak-bahak melihat nabi dalam kondisi seperti itu. Ibnu Ma’ud mengatakan “ tidak ada satu orangpun yang berani membela Nabi ketika itu, hingga dating Fatimah dengan susah payan menarik isi perut onta dati punggung Nabi.”
Rosulullah rela dilempari batu hingga kaki beliau berdarah-darah ketika mendakwahkan Islam kepada penduduk Thoif. Seandainya bukan karena kecintaan Nabi pada umatnya niscaya Nabi menerima tawaran malikat yang menjaga gunung untuk menumpahkan gunung Thaoif kepada orang-orang yang melimparinya. Nmaun justru Nabi mengatakan sedang kakinya mengucurkan darah “ jangan sesungguhnya mereka melakukan itu karena mereka tidak tahu, jusrtu aku berharap akan lahir generasi baru dari mereka yang menyembah Allah dan tidak menyekutukan- Nya.
4. Rosulullah Al-Amiin ( Amanah) Rosulullah tidak perna menipu ataupun berkhianat baik itu kepada kaum muslimin atau yahudi bahkan musyrik sekalipun….Rosulullah amanah kepda Allah : artinya bahwa nabi menyampaikan ajaran Islam apa adanya tidak mengurangi dan menambai. Rosulullah amanah terhadap manusia : Nabi dikenal oleh orang makkah sebagai Al-Amin ( yang dapat dipercaya) sehingga banyak saudagar Makkah yang menitipkan harta benda dan uang kepada Nabi ketika mereka akan berpergian jauh, hingga sahabat Ali harus sibuk mengembalikan barang-barang titipan kepada pemiliknya setelah nabi hijroh ke madinah.
5. Rosulullah Cerdas ( Fathonah) seorang Nabi harus cerdas guna merekam dan menerima wahyu secara benar dan cerdas dalam memahamkan isi wahyu kepda manusia. Beberapa peristiwa menunjukan kecerdasan Rosulullah yang luar biasa. Pada perang badar Rosulullah mencari informasi tentang kekuatan kafir qurasy, hingga nabi berjumpa dengan salah satu prajurit mereka. Maka nabi menanyakan beberapa hal tentang pasukan Qurays, namun orang tersebut menolak sebelum nabi menjelaskan dari mana beliau. Maka nabi mengatakan jawab dulu, nanti akan aku ceritakan dari mana saya berasal….kemudian berceritalah prajurit itu tentang berapa jumlah pasukan kafir Qurays…setelah mendapakan peta kekuatan lawan, nabi pun bergegas pergi…belum jauh melangkah, prajurit itu berteriak “ dari mana kamu? Nabi menjawab dengan cerdas “ saya berasal dari tanah “.
Kita akan dapati kecerdasan Nabi ketika beliau melakukan Hijroh ke madinah….sehingg mampu mengecoh pasukan Qurays yang mencari beliau seantero Makkah.
6. Rosulullah Rohiim ( penyayang) Rosullah sangat sangat menyayangi umatnya baik dewasa maupun anak-anak. Nabi selalu mengucapkan salam ketika melintasi anak-anak, Nabi tidak segan menggendong bayi-bayi para shahabatnya, bahkan tidak jarang nabi harus mensucikan bajunya karena diompoli bayi-bayi itu….di dapati nabi mengegendong dan mencium ayang anak-anak balita, bahkan Nabi didapati sedang dinauki punggunya oleh Hasan ketika beliau sujud dalam sholat dan tidak mengangkat kepalanya sampai Hasan bosan menjadikan Rosulullah kuada-kuadaan. Shabat menceritakan tidaklah Nabi menjenguk orang sakit, pasti ia akan mengusap kepala sisakit dengan lembut serya berdoa untuk ksembuhan…..Aku pernah diusap oleh Nabi, Aku rasakan telapak tangan nabi sangat halus melebihi lembutnya kain sutra, dan aku merasakan kesejukan yang luar biasa dari dari telapak tanganya yang mulia itu.
7. Nabi Mujahid di medan perang…..Nabi memang lembut dan penyanyang, Namun sifat itu tidak menghalangi beliau untuk menjadi tentara yan gagah lagi perkasa. Nabi adalah ahli bergulat. Suatu hari Nabi ditantang jawara gulat musyrik Makkah yang bernama Rokanah….Nabi mampu mengalahkan Rokanah tiga kali pertandingan berturut-turut…hingga Rokanah mengikrarkan diri masuk Islam karena kalah bergulat dengan Nabi. Nabi adalah pelari yang sangat cepat…nabi pun tidak segan-segan untuk meninggalkan sahabat ketika beradu lari….sehingga sahabat tertinggal jauh di belakang.
Ali bin Abi Tholib yang terkenal hebat di medan perang….mengakuai kehebatan Nabi dalam bertempur “ jika perang sudah menggila hingga debu-debu berterbangan maka kami berlindung kepada Nabi.
8. Rosulullah Pemimpin Negara yang adil lagi bijaksana.